Denda Pidana Korupsi Diusulkan Jadi Bujet Operasional KPK

Selasa, 14 Juni 2016 | 14:28 WIB
Denda Pidana Korupsi Diusulkan Jadi Bujet Operasional KPK
Komisioner KPK, Agus Rahardjo, Laode Muhammad, Basaria Panjaitan, Saut Situmorang, dan Alexander Marwata di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/12). (Antara)

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan denda pidana korupsi jadi alokasi anggaran untuk operasional aparat penegakan hukum di KPK. Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Selasa (14/6/2016).

"Akan lebih efektif di satu sisi alokasi APBN nggak usah besar, artinya sebagian besar ditutupi dari itu tadi (denda korupsi)," kata Alexander di DPR, Selasa (14/6/2016).

Alexander menerangkan, anggaran dari denda korupsi ini bisa dioptimalkan untuk penindakan, pencegahan dan pembelajaran korupsi.‎ Yang penting, dana yang masuk ini dilaporkan ke negara sebagai dana rampasan korupsi untuk dicatat sebagai penerimaan.

"Selama ini kan (anggaran KPK) dari pemerintah semua. Uang denda, hasil rampasan koruptor ini setor semua ke Kemenkeu. Kalau misalnya kita sita aset, dilelang, harganya berapa itu, kita kelola, dan tetap dilaporkan," tuturnya.

Dia menerangkan, usulan ini sempat diperdengarkan ke Kementrian Keuangan. Namun, belum mendapatkan tanggapan.

Alexander mengatakan, usulan ini sama seperti uang sitaan dari tindak pidana narkotika yang diusulkan Badan Narkotika Nasional.

"Jadi ini baru usul, sama sebetulnya dengan narkoba," kata dia.

Dia belum tahu berapa jumlah uang denda pidana korupsi yang bisa dioptimalkan. Namun, ‎dia mencontohkan, untuk satu kasus suap Akil Mochtar saja bisa mencapai Rp110 miliar.

"Nah, kalau itu (Rp110 miliar) kan bisa menan‎gani ratusan perkara. Anggaran penindakan 2016 saja cuma Rp50 miliar," kata dia.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI