Peredaran Obat Palsu Punya 'Backing' Besar, BPOM Harus Diperkuat

Sabtu, 10 September 2016 | 13:08 WIB
Peredaran Obat Palsu Punya 'Backing' Besar, BPOM Harus Diperkuat
Diskusi akhir pekan 'Obat Palsu, Siapa Mau?' di Jakarta, Sabtu (10/9/2016). [Suara.com/Insan Akbar Krisnamusi]

Suara.com - Peredaran obat palsu diduga punya 'backing' kuat yang selama ini sulit diungkap. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang mengajukan Rancangan Undang-Undang untuk memperluas kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) hingga penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan.

Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengatakan bahwa selama ini, jika pun pelaku peredaran dan penjualan obat palsu yang tertangkap, hanya para 'kroco'. Hukumannya pun relatif rendah dibanding hukuman maksimal. Peredaran obat palsu sendiri sudah berlangsung puluhan tahun dan masih terus terjadi.

"Pasti punya 'backing' kuat. Kalau tidak, tak mungkin bisa terus terjadi puluhan tahun. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan BPOM beberapa waktu lalu, mereka bilang selama ini beberapa kali pelakunya sudah diajukan ke pengadilan, tapi ringan hukumannya," kata Dede, Sabtu (10/9/2016) di Jakarta.

Ia mengatakan bahwa bisnis obat palsu dalam setahun bernilai hingga 200 juta dollar AS atau sekitar Rp2,63 triliun.

"Kalau bicara 'backing', ujung-ujungnya adalah pemodal kuat. Tak mungkin bisnis triliun tak ada pemodalnya," ucap Dede.

Dede menilai selama ini penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan oleh instrumen hukum tak menghasilkan hukuman yang berefek jera. Karena itu, DPR saat ini sedang mengajukan Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan (RUU Waspom).

RUU tersebut baru akan dimasukkan ke Badan Legislasi (Baleg) dan mungkin baru menjadi prioritas pada 2017. Adapun Presiden Joko Widodo, menurut Dede, juga bakal mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) yang akan memperkuat BPOM.

"(Dalam RUU itu) kita ingin ada kewenangan penindakan, penyidikan, penyelidikan, pencegahan yang dimiliki BPOM. Kira-kira seperti KPK dan BNN," ujarnya.

Hal itu kemudian akan berefek pada adanya payung hukum plus penambahan alokasi anggaran untuk BPOM.

"Karena UU tersebut mungkin baru selesai dalam setahun atau 1,5 tahun. Perpres diperlukan sebagai 'back up' bagi BPOM. Kami mendesak agar Perpres bisa keluar dalam 30 hari ke depan," ucap Dede.

Sementara itu, Kepala BPOM Penny K. Lukito berharap Perpres memberikan restrukturisasi BPOM.

"Kami ingin memasukkan Deputi 4 Bidang Penindakan untuk memberikan efek jera kepada produsen dan pengedar obat palsu dan memperkecil ruang gerak oknum-oknum tersebut," ucapnya.

Ketua Umum Persatuan Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M. Faqih mengungkapkan keberadaan banyak produsen dan distributor obat bermasalah di wilayah Tangerang telah menjadi rahasia umum di kalangan mereka.

"Produsen dan distribusi obat ilegal banyak dan punya backing kuat. Tinggal keberanian negara bertindak," pungkas dia.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI