Suara.com - Dalam rangka menyambut ulang tahunnya yang ke-4, Komunitas Jendela Jakarta bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Republik Indonesia (RI), dan mitra terkait lainnya mempersembahkan “Festival Bocah Cilik”. Acara khusus ini diadakan di Bumi Perkemahan dan Taman Wisata Cibubur, Taman Lalu Lintas-Taman Daihatsu, Jakarta, Minggu (30/10/2016).
Penyelenggaraan Festival Bocah Cilik ini bertujuan untuk mengenalkan kembali anak-anak dengan permainan tradisional, yang dinilai efektif mempertemukan anak lain seusia mereka, sehingga mampu berinteraksi secara sosial. Adapun para peserta berumur 5-12 tahun, yang berasal dari komunitas baca berbagai perpustakaan di Jakarta, komunitas anak, pelajar, dan masyarakat umum.
Acara dibuka dengan penampilan para polisi cilik binaan Daihatsu, yang sangat mahir baris-berbaris dengan semangat. Festival ini terdiri dari rangkaian kegiatan edukatif dan menarik, dengan tema “Revolusi Mental Mulai Sejak Dini”, yang dilanjutkan dengan talkshow “Revolusi Mental”, dengan narasumber Deputi Bidang Koordinasi Kebudayaan Kemenko PMK, Dr Haswan Yunaz, MM, Msi, Kak Taufan dari Komunitas Jendela, dan Kang Umam dari Kompas.
Haswan menyampaikan, gerakan nasional revolusi mental harus diawali dengan keinginan untuk berubah, termasuk perubahan cara berpikir, cara bersikap, cara berperilaku untuk menjadi pribadi yang
berintegritas tinggi, memiliki etos kerja yang baik, dan semangat gotong royong.
“Ciri mereka yang berevolusi mental itu, pertama, memiliki integritas yang tinggi, dapat dipercaya, jujur, memiliki rasa hormat yang tinggi, dan disenangi teman-temannya. Kedua, memiliki etos kerja yang baik. Maksudnya, semangat belajarnya tinggi dan pantang menyerah. Ciri yang terakhir, mampu bergotong royong, bekerja sama untuk kebaikan bersama pula,” tambahnya.
Di sela-sela talkshow, Haswan bertanya kepada para peserta tentang cita-cita mereka.
“Siapa yang mau jadi pemimpin di masa depan? Ingin jadi presiden? Mau jadi menteri? Mau jadi insinyur? Mau jadi dokter? Mau jadi pengusaha?” tanya Haswan, yang sontak dijawab dengan penuh semangat, “Saya, saya, saya!”
Haswan melanjutkan, semua yang dicita-citakan harus diwujudkan. Siapa yang bermimpi dan berani bermimpi, ia pasti bisa mengerjakan dan mencapainya.
“Bermimpi adalah satu petunjuk bahwa ia bisa mencapai mimpinya. Adik-adik harus bermimpi setinggi langit,” tambahnya.
Revolusi Mental adalah Berubah dari Pasif menjadi Aktif
Menurut Haswan, inti revolusi mental adalah perubahan dalam diri seseorang.
“Kita harus menjadi agen perubahan. Berubah dari pasif menjadi aktif, dari mengeluh menjadi pemberi solusi, dari malu-malu menjadi berani, dari malas menjadi rajin, dari tidak mau belajar
menjadi rajin belajar, dari tidak berprestasi menjadi berprestasi. Ke depan, hidup harus menjadi lebih baik,” paparnya.
Sementara itu, Kak Taufan dari Komunitas Jendela, menyatakan, revolusi mental sebenarnya mudah dilakukan dan dapat dimulai dari membaca buku.
“Dengan baca buku, kita akan banyak ilmu. Dengan banyak ilmu, kita bisa merubah diri kita, keluarga kita, hingga bangsa kita menjadi lebih baik lagi. Kita harus berbuat apapun yang baik untuk sesama,” tambahnya.
Pada kesempatan itu, Kang Umam pun menyampaikan materi tentang revolusi mental melalui cara unik, yaitu permainan Hompimpa dan lagu Ampar-ampar Pisang.
“Hompimpa dan Ampar-ampar Pisang berbicara tentang hubungan batin dengan Tuhan dan orangtua. Anak-anak harus memiliki komunikasi yang baik dengan Tuhan dan orangtua, karena peran orangtua sangat berdampak pada pembentukan mental anak. Tugas anak-anak adalah bermain. Bermain, tapi tak main-main. Bermain untuk membentuk skill dan karakter yang baik,” ujarnya.
Jika disimpulkan, harapan ketiga narasumber tersebut adalah agar anak-anak Indonesia mampu menjadi agen perubahan yang menjunjung tinggi nilai revolusi mental, yaitu integritas, kerja keras, dan gotong royong, serta menjadi generasi yang berjuang untuk menjadikan Indonesia menjadi lebih baik.
Selama acara, anak-anak yang hadir diharapkan untuk tidak membuang sampah sembarangan, tapi membuangnya pada tempat yang sudah disediakan. Hal ini merupakan salah satu praktik
semangat revolusi mental.
Pribadi yang berevolusi mental harus memahami dan menghargai hak dan kewajibannya menjaga kebersihan dan tertib berlalu lintas. Misalnya, jika ia akan menyeberang, maka hal itu dilakukannya di tempat penyeberangan. Jika ada yang butuh pertolongan untuk menyeberang jalan, ia siap membantu.
Selain talkshow interaktif, Festival Bocah Cilik juga dimeriahkan dengan acara-acara seru, seperti dolanan tradisional, lomba mewarnai, lomba fashion show, lomba puzzle, mendongeng, workshop layang-layang, workshop membatik, dan tak ketinggalan pula pameran foto jendela serta daur ulang sampah.
***Artikel ini merupakan hasil kerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI.
Festival Bocah Cilik 2016, Tanamkan Revolusi Mental Sejak Dini
Fabiola Febrinastri Suara.Com
Selasa, 01 November 2016 | 13:31 WIB

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Belitung, Potensi Destinasi Wisata yang Strategis
22 Oktober 2016 | 18:43 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI