"Uang diterima dari Salim secara tunai tanpa tanda terima, tidak ada tanda penerimaan dan bukan transaksi yang wajar karena diperintahkan untuk mengambil secara tunai lalu dibawa ke Jakarta. Uang digunakan untuk kepentingan terdakwa, tidak ada digunakan untuk kepentingan usaha dan penerimaan itu adalah gratifikasi yang tidak dilaporkan pada KPK setelah 30 hari sehingga harus dianggap sebagai suap," kata hakim.
Hakim juga tidak sependapat dengan Putu yang menyatakan penerimaan uang Rp300 juta yang diakui sebagai pembayaran utang. Sedangkan penerimaan dari Ippin Mamonto juga hakim menilai bukan merupakan hasil penjualan tanah.
"Penerimaan uang dari Ipin Mamoto sebesar Rp300 juta di Plasa Senayan Jakarta bukan transaksi yang wajar tanpa tanda terima dan tidak dihadirkan pembeli maka tidak terbukti sebagai fakta hukum dan penerimaan Rp300 juta harus dianggap sebagai suap," ungkap hakim.
Adapun uang terdakwa sebesar 40 ribu dolar Singapura yang ditemukan petugas KPK saat penangkapan 28 Juni 2016 dan diterangkan sebagai honor sebagai anggota DPR tidak mendasar.
"Namun bukti transaksi tidak cukup maka terhadap uang 40 ribu dolar Singapura saat OTT majelis anggap sebagai gratifikasi. Jaksa juga menuntut majelis merampas Rp150 juta dan Rp50 juta karena merupakan bagian dari suap dan majelis sepakat akan hal itu," tambah hakim. Atas putusan itu, Putu mengatakan menerima.
"Apapun keputusannya saya terima. Saya mendukung penegakan hukum yang diputuskan. Saya menerima. Saya tidak kecewa, kalau salah, ya, salah. Saya salah, dan saya minta maaf kepada rakyat Indonesia, saya minta maaf, saya salah dan dihukum memang wajar. Terima kasih semuanya," kata Putu usai sidang.
Sementara, jaksa dari KPK menyatakan masih pikir-pikir untuk mengajukan banding atas putusan majelis hakim ini. (Antara)