Suara.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu meminta umat Islam di daerah tersebut untuk tidak menjadikan media sosial (medsos) sebagai guru agama.
Ketua MUI Palu H Zainal Abidin mengatakan, mesos bukan "guru agama" yang tepat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tentang agama.
"Jangan jadikan media sosial sebagai guru agama, karena media sosial bukan guru agama yang tepat," ungkap Zainal Abidin seperti dilansir Antara, Rabu (23/8/2017).
Rektor IAIN Palu ini mengatakan, umat Islam boleh membaca pendapat-pendapat tentang anjuran dan ajaran agama Islam yang beredar di medsos.
Namun, tegas dia, harus diikutkan dengan pendalaman seusai membaca suatu pendapat atau pandangan tentang anjuran dan ajaran agama Islam di media sosial.
Misalnya, kata dia, bertanya kepada seseorang yang dianggap dan dinilai memiliki pengetahuan agama yang luas, agar tidak terjadi kesalahpahaman atas suatu ajaran atau anjuran Islam.
"Perlu ada pendalaman seusai membaca pandangan-pandangan tentang agama Islam di Medsos. Jangan langsung mematok bahwa apa yang dibaca adalah suatu pendapat yang paling benar," ujarnya.
Ia mencontohkan, kebanyakan umat Islam di Kota Palu akhir-akhir ini menulis "Insya Allah" yang berarti "jika Allah mengizinkan" dengan tulisan Insha Allah.
Baca Juga: Polisi Ungkap Inti Surat Rizieq yang Minta Kasusnya Distop
Mereka menganggap bahwa penulisan yang benar dan tepat yaitu menggunakan "sh". Pandangan seperti ini mengacu pada sebuah pemahaman yang tersebar luas lewat media sosial.
Bahkan, sebagian menyalahkan yang lain bila menuliskan kalimat itu memakai Insya Allah. Padahal, hal tersebut merupakan domain literasi bahasa.
"Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kalimat Insya Allah, maka penulisannya ya menggunakan sy. Bila diterjemahkan dalam bahasa inggris atau dari bahasa Arab ke Inggris, maka penulisannya menggunakan sh," jelasnya.
Karenanya, Abidin meminta agar umat Islam lebih cerdas dalam memilih guru agama. Hal itu agar tidak terjadi pemahaman yang keliru terhadap agama Islam.