Sebelum referendum benar-benar dilakukan, Puigdemont menggelar "referendum bayangan" pada tiga tahun lalu, 2014. Dalam "referendum bayangan" itu, rakyat Catalonia diminta memilih satu dari dua pilihan: merdeka atau tetap bersama Spanyol.
Ternyata, dalam "referendum bayangan" itu, 80 persen dari 2,3 juta rakyat Catalonia memilih untuk merdeka. Untuk diketahui, total penduduk Catalonia mencapai 5,4 juta orang.
"Dalam referendum 1 Oktober nanti, kalau mayoritas rakyat ingin merdeka, maka kami akan memproklamasikan kemerdekan selambat-lambatnya 48 jam setelah hasil referendum diumumkan," tegas Puigdemont.
Perang Saudara
Catalonia atau biasa disebut Barcelona dalam bahasa Spanyol, memunyai catatan sejarah kelam di bawah rezim kekuasaan Madrid.
Dalam kurun waktu 1936-1939, pecah perang saudara di Spanyol. perang itu pecah setelah Partai Komunis, kaum Anarkis, Nasionalis, dan rakyat Catalonia secara keseluruhan memproklamasikan berdirinya Republik Catalonia.
Proklamasi kemerdekaan itu direspons oleh pemerintah Madrid di bawah kepemimpinan Jenderal Francisco Franco yang didukung Adolf Hitler dan Benito Mussolini, dengan melakukan operasi militer menggempur Catalonia dan juga separatis-separatis di daerah lain, semisal Basque.
Serangan Franco bersama milisi-milisi Fasis Spanyol itu memicu kemarahan dunia. Jutaan kaum komunis, nasionalis, anarkis, serta anggota serikat-serikat buruh, petani, pemuda, dari penjuru dunia datang membantu para pejuang Catalonia. Sukarelawan tersebut dalam sejarah dikenal sebagai "Bragade Internasional Anti-Fasis".
Tak hanya itu, para jurnalis dan sastrawan dunia juga turut bersimpati dan mendorong dunia internasional mengecam serbuan Jenderal Franco. Sastrawan besar Amerika Serikat, Ernest Hemingway juga turut mendatangi Catalonia untuk tugas jurnalistik.
Baca Juga: Pelaku Persekusi Sebar Sayembara Abi di Medsos
Namun, setelah diberikan persenjataan dan korps pasukan khusus oleh Hitler, tentara Jenderal Franco dan milisi Fasis/Falange berhasil meruntuhkan Republik Catalonia.
Setelah era Perang Dunia II, Catalonia tetap menjadi provinsi Spanyol. Meski diberikan otonomi yang luas dan dibolehkan memiliki presiden sendiri, rakyat Catalonia tetap menginginkan kemerdekaan hingga kekinian.