Parsindo Ungkapkan Masalah Mereka Ketika Isi Sipol KPU

Siswanto Suara.Com
Kamis, 09 November 2017 | 14:06 WIB
Parsindo Ungkapkan Masalah Mereka Ketika Isi Sipol KPU
Sidang gugatan partai di Bawaslu [suara.com/Delfia Cornelia]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Yulianto menyampaikan keluhan yang dulu dialaminya dalam sidang lanjutan pemeriksaan dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan KPU yang diselenggarakan Bawaslu, hari ini.

"Sipol (sistem informasi partai politik) diakses sejam terus berhenti sejam, loadingnya lama. Bahkan kita pindah kantor untuk mendapatkan sinyal akan tetapi sama juga," kata Yulianto.

Yulianto saksi dari Dewan Perwakilan Wilayah Partai Swara Rakyat Indonesia Provinsi Jambi. Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis pemeriksa Abhan, Yulianto mengungkapkan ada petugas KPUD ketika itu tidak memberikan solusi pada waktu perwakilan partai kesulitan dan pada waktu konsultasi.

"Ini sistem jaringan, silakan anda berusaha sendiri," Yulianto menirukan ucapan petugas KPUD ketika itu.

Sipol dipakai untuk memasukkan data yang jadi syarat untuk mendaftar sebagai calon peserta pemilu 2019 ke KPU.

Yang mengeluhkan penggunaan sipol datang dari berbagai daerah. Super admin dari DPP Parsindo Suratno pun melakukan sentralisasi untuk mempercepat penginputan.

"Karena super admin, jadi kalau server yang saya akses tidak bisa berarti yang daerah lainnya juga nggak bisa. Dari daerah-daerah kalau bingung langsung kasih ke DPP, untuk sentralisasi untuk mempercepat," kata Suratno.

Keluhan serupa juga disampaikan saksi dari Partai Swara Rakyat Indonesia. PSRI menghadirkan lima saksi, antara lain dari Jambi, Aceh, dan Jakarta.

"Walaupun ada di Jakarta saya yang menginput juga menemukan hal yang sama yang ditemukan teman-teman di daerah, karena ini berbasis jaringan. Di Jakarta banyak tower-tower jaringan tetapi tidak ada sinyal," ujar Kristanto, petugas input data dari Jakarta.

Selain Parsindo ada sejumlah partai yang mengadukan KPU ke Bawaslu.

Penjelasan KPU

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu memberikan kewenangan kepada KPU untuk membuat Peraturan KPU yang di dalamnya mengatur penggunaan sipol

Komisioner KPU Hasyim Asy’ari menegaskan hal tersebut dalam sidang pemeriksaan dengan sesi tanggapan atau jawaban terlapor dari pihak KPU, Senin (6/11/2017), di Bawaslu.

“Benar sipol tidak ada dalam UU, tetapi ada dalam PKPU. Meskipun KPU diberi kewenangan, tetapi KPU tetap menempuh prosedur seperti pelibatan stakeholder, uji publik, konsultasi dengan Komisi II DPR RI bersama dengan Kemendagri, hingga pengundangan di Kemenkumham, sehingga Peraturan KPU sudah memenuhi aspek hukum formil,” kata Hasyim di depan sidang majelis Bawaslu.

KPU membangun sipol yang diyakini layak dan memadai sebagai pelayanan terhadap parpol dalam pendaftaran, kata Hasyim. KPU juga sudah melakukan tiga kali sosialisasi sipol dengan mengundang 73 partai yang terdaftar di Kemenkumham, dan di antara yang hadir dalam sosialisasi tersebut adalah para pelapor. Pada kegiatan tersebut, tidak hanya pemaparan saja, tetapi juga diskusi dan ujicoba sipol.

“Tindakan pelapor yang baru mempermasalahkan sipol sekarang ini diibaratkan seperti pertandingan sepakbola yang baru mempermasalahkan saat timnya kalah bertanding. Pada saat ujicoba sipol, terlapor tidak mendapatkan laporan dari pelapor apabila SIPOL ini tidak layak. Jadi bukan petugas KPU dan sipol yang amburadul, tetapi pelapor yang sebenarnya tidak siap dalam pendaftaran ini,” tutur Hasyim.

Terkait jangka waktu pengisian sipol, Hasyim menegaskan KPU memberikan perlakuan sama kepada semua parpol, baik dalam sosialisasi dan pemberian akun akses SIPOL. Hal itu terbukti dengan adanya 14 parpol yang sudah mendaftar dengan dokumen lengkap. Telatnya pelapor dalam mengisi SIPOL, berarti tidak siapnya pelapor dalam pendaftaran. Gangguan pada sipol juga hanya terjadi pada tingginya beban server di akhir masa pendaftaran.

“Terkait kedatangan Lukman Edy dan Fandi Utomo, itu tidak ada kaitan mempengaruhi pendaftaran, karena mereka datang menjalankan tugas sebagai Komisi II DPR RI. KPU bekerja berdasarkan petunjuk teknis pendaftaran dan kelengkapan dokumen persyaratan, bukan tergantung kepada siapa yang datang,” kata Hasyim.

Hasyim juga menjelaskan Surat Edaran (SE) perpanjangan waktu hingga tanggal 17 Oktober 2017 yang dipermasalahkan itu bukan perpanjangan pendaftaran, tetapi pemenuhan dokumen pendaftaran. Bahkan, faktanya pelapor yang mempermasalahkan hal itu juga masih menyerahkan dokumen pada tanggal 17 Oktober 2017.

Terkait seluruh laporan para pelapor ke majelis Bawaslu, Hasyim mewakili KPU RI meminta kepada majelis Bawaslu untuk menjatuhkan putusan menolak seluruh dalil laporan pelapor yang diajukan, dan terlapor tidak melanggar administrasi pemilu. (Julistania)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI