Suara.com - Sebuah fakta miris dan mengejutkan terungkap mengenai kondisi keuangan negara yang ternyata membebani setiap warga negara Indonesia, bahkan mereka yang baru saja menghirup udara pertama di dunia.
Setiap bayi yang lahir di Indonesia saat ini disebut langsung menanggung beban utang negara sebesar Rp32 juta.
Kondisi yang membuat dada terasa sesak ini diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira.
Menurutnya, angka tersebut bukan sekadar statistik, melainkan beban nyata yang secara otomatis menempatkan anak-anak sebagai objek pajak sejak dini.
Pernyataan keras ini disampaikannya dalam sebuah diskusi di Podcast Forum Keadilan TV, di mana ia membedah karut-marutnya kondisi ekonomi nasional.
Beban utang tersebut, kata Bhima, melekat pada setiap individu begitu mereka terlahir.
"Setiap kepala bayi yang lahir saat ini menanggung utang sekitar Rp32 juta dan secara otomatis menjadi objek pajak. Walaupun belum memiliki NPWP, pembelian popok dan susu formula sudah dikenakan PPN," ujar Bhima dalam podcast tersebut dikutip pada Sabtu (23/8/2025).
Dari Popok hingga Susu, Semua Kena Pajak
![Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies saat di Podcast Forum Keadilan TV. [YouTube]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/23/33970-bhima-yudhistira.jpg)
Penjelasan Bhima menggarisbawahi bahwa status "objek pajak" tidak memerlukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Baca Juga: Viral Sri Mulyani Pamer 3,5 Juta Loker, Netizen Balas Nyelekit: Ada di Mana Bu?
Setiap kali orang tua membelikan kebutuhan esensial seperti popok atau susu formula untuk bayinya, mereka secara tidak langsung sudah membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada negara.
Dengan kata lain, sejak hari pertama kehidupannya, seorang bayi sudah berkontribusi pada penerimaan negara, sementara di pundaknya sudah tergantung beban utang puluhan juta rupiah.
Kondisi ini menjadi semakin ironis di tengah melambungnya harga berbagai kebutuhan pokok dan kondisi anggaran negara yang dinilai sedang jeblok.
Bhima bahkan menilai, Indonesia saat ini bisa bertahan bukan karena kekuatan fundamental ekonominya, melainkan karena tingginya solidaritas sosial di tengah masyarakat.
"Satu-satunya faktor yang membuat Indonesia bisa bertahan adalah solidaritas sosial yang tinggi di mana masyarakat saling tolong-menolong," tambahnya.
Pemerintah Dikritik Salah Sasaran