Suara.com - Pemberian suap sebesar Rp2,3 miliar dari Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan, kepada mantan direktur jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonus Tonny Budiono, menggunakan sejumlah kata sandi.
Kata sandi mereka berdua diungkapkan Jaksa Penuntut Umum KPK Moh Takdir Suhan, dalam sidang pembacaan dakwaan terhadap tersangka Adi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (16/11/2017).
"Setelah melakukan pemberian uang dimaksud, terdakwa memberitahukan kepada Antonius Tonny Budiono melalui media Blackberry Messenger (BBM) menggunakan kata sandi antara lain 'kalender tahun 2017 sudah saya kirim' atau 'telor asin sudah saya kirim'," kata JPU KPK Suhan.
Suap Rp2,3 miliar itu diberikan terkait proyek pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan Pulang Pisau Kalimantan Tengah 2016, dan pelabuhan Samarindan Kalimantan Timur 2016.
Tak hanya itu, Adi juga memberikan uang suap karena Tonny telah menyetujui penerbitan SIKK untuk PT Indominco Mandiri, PT Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan (UJP) PLTU Banten, dan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) kelas I Tanjung Emas Semarang yang dilaksanakan PT Adiguna Keruktama.
"Dan jika mendekati hari lebaran kata sandinya diubah oleh terdakwa menjadi 'sarung'. Setelah terdakwa memberi informasi tersebut, Antonius Tonny Budiono menjawab 'ya'," tambah jaksa Takdir.
Pada 23 Agustus 2017, petugas KPK menangkap Tonny di mess Perwira Bahtera Suaka, Jalan Gunung Sahari Raya No 65,Jakarta. Dalam penangkapan, ditemukan kartu ATM Bank Mandiri dan uang dalam berbagai mata uang.
Selanjutnya pada 24 Agustus 2017, petugas KPK menjemput Adi Putra di Mediterania Boulevard Residence Kemayoran Jakarta Pusat untuk dibawa ke kantor KPK.
Baca Juga: Eks Staf Ahok: Setya Novanto Bukan Warga Biasa
Suap digunakan dengan memberikan ATM bank Mandiri yang menggunakan KTP palsu atas nama Yongkie Goldwing dan Joko Prabowo.
Adi Putra memperkenalkan diri bernama Yongkie dari PT Adhiguna Keruktama kepada Tonny yang saat itu menjabat direktur Pelabuhan dan Pengerukan Kemenhub, dan minta saran masalah tender agar bisa menang. Tonny menyarankan agar Adi memenuhi semua persayaratan.
Pada Agustus 2016, Adi Putra kembali bertemu Tonny yang sudah menjabat sebagai dirjen Hubla Kemenhub.
"Pada pertemuan itu terdakwa memberikan kartu ATM Mandri beserta PIN dan buku tabungan bank Mandiri dengan nama Joko Prabowo. Terdakwa menyampaikan bahwa rekening itu nantinya akan diisi uang dan ATM-nya dapat digunakan sewaktu-waktu oleh Antonius," kata jaksa Moh Helmi Syarif.
Tonyy, selama periode 2016-2017, memberikan arahan kepada Adi Putra sehingga PT Adhiguna Kerukatama dapat melakukan proyek pengerukan di beberapa tempat dan menyetujui penerbitan SIKK.
Proyek pertama adalah pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah TA 2016 senilai Rp61,2 miliar; pelabuhan Samarinda, Kaltim TA 2016 senilai Rp73,509 miliar dan pelabuhan Tanjung Emas Semarang TA 2017 senilai Rp44,518 miliar yang dimenangkan oleh PT Adhiguna Keruktama dengan imbalan sebesar Rp1,5 miliar yang diberikan secara bertahap.
Proyek kedua adalah penerbitan SIKK untuk PT Indominco Mandiri terkait pekerjaan pengerukan di Bontang Kalimantan Timur. Karena dibantu penerbitan SIKK, PT Adhiguna mengirimkan Rp300 juta dari rekening Yongkie Goldwing ke rekening Joko Prabowo sebagai bentuk terima kasih kepada Antonius.
Proyek ketiga adalah, penerbitan SIKK untuk PT Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan (UJP) PLTU Banten terkait pekerjaan pengerukan di Lontar Banten. Karena SIKK itu juga tidak kunjung diterbitkan, maka Adi Putra menemui Tonny hingga akhirnya terbit SIKK pada 24 November 2016.
Proyek keempat adalah penerbitan SIKK Pekerjaan pengerukan di Tanjung Emas Semarang. Tonny mengeluarkan surat keputusan pada 8 Mei 2017 tentang pemberian izin kepada KSOP kelas I Tanjung Emas untuk melaksanakan pekerjaan pengerukan Tanjung Emas.
Sebagai imbalan, pada 13 Juli 2017, Adi Putra mentransfer uang sebesar Rp200 juta sebagai ucapan terima kasih.
Atas perbuatannya itu, Adi Putra Kurniawan didakwa berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sidang dilanjutkan dengan agenda nota keberatan (eksepsi) dari Adi Putra pada 20 November 2017.