"Apa yang telah dia lakukan kepada kami?" tuturnya dalam bahasa Arab.
"Kami kehilangan rumah. Kami kehilangan anak-anak kami. Tak ada yang tersisa... Kenapa hal ini terjadi kepada kami? Bukankah ini memalukan? membiarkan anak-anak harus hidup seperti itu? Kita adalah manusia, bukan? Mengapa mereka melakukan ini terhadap kita? " rutuknya.
"Ini adalah pembunuhan massal," tegasnya, lantas menangis.
"Tolong sampaikan pesan kami. Kami memohon kepada masyarakat internasional untuk menghentikan pembunuhan warga sipil, menghentikan serangan udara Turki dan perang melawan kami."
Afrin telah menanggung beban serangan Turki sejak 20 Januari, ketika Erdogan meluncurkan "Operation Olive Branch" (Operasi Ranting Zaitun), untuk menyingkirkan sejumlah partai politik sekaligus sayap militernya yang ingin menentukan nasib bangsa Kurdi sendiri, tanpa campur tangan Turki dan negara lain.
Kelompok-kelompok perlawanan Kurdi itu ialah Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang berhaluan Marxis-Leninis-Maoisme; dan Partai Persatuan Demokratik Kurdi (PYD)--berideologi Sosialisme Demokratik.
Turki juga berkilah, operasi itu untuk membasmi gerombolan teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di sepanjang daerah perbatasannya. Padahal, PKK dan PYD bahu membahu mengusir ISIS dari daerah tersebut.
Operasi militer itu menargetkan pejuang Kurdi dari Unit Perlindungan Rakyat (YPG) yang berafiliasi dengan PKK.
Oleh Erdogan, YPG diklaim sebagai kelompok teroris dan didukung oleh Amerika Serikat.
Baca Juga: Operasi Lepas Pen, Ini yang Harus Dilakukan
Turki menganggap keputusan orang Kurdi untuk menentukan nasib bangsa sendiri, yakni mendirikan negara merdeka, menjadi ancaman eksistensi negerinya.