Minke, Jalan Sunyi Sang Pemula

Reza Gunadha Suara.Com
Selasa, 05 Juni 2018 | 07:00 WIB
Minke, Jalan Sunyi Sang Pemula
Tirto Adhi Soerjo [Net]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Minke, "nom de plume" bagi seseorang yang tak bernama dalam tetralogi Pulau Buru, roman "chef-d’œuvre" Pramoedya Ananta Toer. Tapi di balik nama pena dalam karya besar kesusatraan Indonesia itu, terbentang epos perintis Indonesia sebagai imaji kebangsaan. Sang pemula yang meretas jalan sunyi itu adalah: Tirto Adhi Soerjo.

Tiga ekor kambing dengan puluhan ayam kampung berkerumun di dekat pagar rumah kecil bernomor 40 Jalan Pramoedya Ananta Toer, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Jumat (1/5/2018).

Warna cat tembok rumah tersebut sudah pudar, tapi tulisan di pintu depan rumah itu masih tegas terbaca: “Bacalah, Bukan Bakarlah!”

Di rumah itulah, sastrawan terbesar Indonesia, Pramoedya pernah menghabiskan masa kecilnya. Kini, rumah itu ditempati sang adik, Soesilo Toer yang sudah sepuh.

“Walau Pram tak pernah tegas memberitahukan siapa itu Minke dalam tetralogi karyanya, tapi saya berpendapat, Minke adalah Raden Mas Tirto Adhi Soerjo,” tutur Susilo kepada Suara.com di rumahnya, ketika menjelaskan perihal sosok asli yang dikiaskan Pram dalam romannya.

“Tetralogi Pulau Buru” adalah sebutan bagi empat karya Pramoedya Ananta Toer yang digubahnya saat masih menjadi tahanan politik: Bumi Manusia; Anak Semua Bangsa; Jejak Langkah; dan, Rumah Kaca.

Bung Soes, begitu ia biasa disapa, menuturkan sosok Minke tidaklah sebatas nama samaran bagi Tirto yang benar-benar ada di Indonesia tempo dulu.

Sang kakak, melalui nama Minke, juga berupaya merekam kebengisan kolonial Belanda terhadap warga bumiputra. Salah satu kekejaman itu adalah praktik rasialisme.

“Minke, atau Raden Mas Tirto, adalah cara Pramoedya untuk memberitahukan adanya rasialisme pada era kolonial. Minke adalah pelesetan dari kata bahasa Inggris ‘monkey’ yang artinya monyet,” tuturnya.

Baca Juga: Juli, Jembatan Musi IV Palembang Mulai Terhubung Hilir ke Hulu

Penjelasan Soesilo tersebut sama dengan yang ditulis oleh Frances Gouda dalam bukunya berjudul “Dutch Culture Overseas : Colonial Practice in the Netherlands Indies, 1900-1942” (2008).

“Pramoedya Ananta Toer mengemukakan persepsi penghinaan orang Eropa mengenai orang Jawa sebagai monyet-monyet pada tingkat retorika lebih tinggi. Pada roman sejarah Bumi Manusia, satu tokoh asal Jawa Tengah, yakni anak muda baik hati serta karismatik bernama Minke, memeroleh nama itu dari guru sekolah Belanda yang memelesetkan kata monkey (monyet) menjadi minke,” tulis Gouda di halaman 138.

Soesilo Toer adik Pramoedya, di rumahnya, Jalan Pramoedya Ananta Toer, Blora, Jawa Tengah, Jumat (1/6/2018). [Suara.com/Somad]

Jejak Langkah

Pramoedya adalah sosok yang berjasa merehabilitasi dan merawat nama Tirto Adhi Soerjo dalam sejarah kebangsaan. Melalui roman tetralogi Pulau Buru, ia mewariskan ingatan mengenai Tirto dalam persona Minke. Sementara dalam buku “Sang Pemula”, ia berhasil mengungkapkan banyak dokumentasi mengenai jejak langkah lelaki tersebut.

Hikayat Raden TAS—akronim yang digunakan Tirto dalam setiap artikelnya—sebenarnya teringkas dalam syair sederhana karya Priatman berjudul “Di Indonesia 1875-1917”. Syair itu kali pertama diterbitkan pada buku “Perdjoangan Indonesia dalam Sedjarah” dan kembali disiarkan pada lembar “Lentera”, edisi 24 Agustus 1962.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI