Suara.com - Mantan Kepala Group Asset Manajemen Kredit (AMK) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Dira Kurniwan Muktar menyatakan, dalam rapat dengan Pemda Lampung membahas adanya usulan restrukturisasi utang petambak cukup dengan Rp 100 juta, padahal utang yang harus dipenuhi sebesar Rp 135 juta.
Hal itu disampaikannya dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) terhadap obligor pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim, dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung, Senin (2/7/2018).
"Rapat dengan Pemda Lampung dan stakeholder tambak Dipasena di Lampung, Syafruddin saat itu selaku sekretaris Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) memaparkan usulan pemotongan utang petambak," kata Dira di Gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Baca Juga: Meski Diunggulkan, Anthony Ginting Tak Mau Remehkan Lawan
Mendengar pernyataan Kurniawan, Syaruddin sontak membantahnya. Dirinya menyatakan tidak pernah memaparkan pemotongan utang untuk petambak.
"Saya tidak pernah mengusulkan pemotongan utang petambak," kata Syafruddin.
Mencoba meyakini saksi dan majelis hakim, Syafruddin kemudian menunjukkan kepada majelis hakim kalau dalam notulen rapat di Pemda Lampung tidak terdapat catatan yang menunjukkan pemotongan utang untuk petambak.
Sontak hal itu pun membuat tim penasihat hukum Syafruddin, Yusril Ihza Mahendra menanyakan kepada Dira mengenai tidak adanya catatan pemotongan utang dalam notulen rapat.
Namun, Dira berdalih bahwa apa yang disampaikan Syafruddin bukanlah usulan, melainkan hanya wacana.
"Itu hanya wacana," kata Dira.
Baca Juga: Gagal Cetak Prestasi di Assen, Rossi Bilang Begini
Selain itu, dalam persidangan juga terungkap adanya dua keputusan KKSK, yakni pada zaman Menko Perekonomian Kwik Kian Gie pada tahun 2000 dan zaman Rizal Ramli tahun 2001, terkait penyelesaian utang petambak Dipasena tidak bisa dilaksanakan oleh BPPN.
"Padahal keputusan itu merupakan perintah dari Presiden, KKSK selaku atasan BPPN," tanya Syafruddin kepada saksi.
Mendengar pernyataan itu, Dira menyatakan kalau Bos PT Gajah Tunggal Tbk, Sjamsul Nursalim tidak kooperatif menyelesaikan kewajibannya.
"Utang yang dalam surat KKSK Kwik Kian Gie yang harusnya dibayar oleh Sjamsul Nursalim diubah menjadi kewajiban PT Dipasena itu muncul dalam surat KKSK Rizal Ramli. Itupun tidak berhasil dijalankan oleh BPPN saat itu," ucap Dira.