Karena itu, Yusril sepakat dengan Sigit yang mengatakan seharusnya Syafruddin diberi penghargaan.
"Jadi mestinya orang-orang seperti Syafruddin ini diberikan penghargaan karena setelah terjadi krisis ini beliau tangani perbankan itu pulih dan perbankan kita sehat kembali. Ekonomi kita ya alhamdulillah baik lagi walaupun beberapa bulan terakhir susah lagi. Bukannya dihukum orang seperti Syafruddin ini," katanya.
"Krisis dari negara lain, kemudian kebetulan mental, ekonomi kita lemah sehingga rupiah terpuruk sampai paling tinggi Rp 16 ribu per 1 dolar AS, karena rupiah jatuh maka hampir semua bank bermasalah," tandas Yusril.
Syafruddin didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun ketika sebagai Ketua BPPN. Kerugian ini disebabkan dia telah mengeluarkan Surat Keterangan Lunas (SKL) pada 2004 kepada Sjamsul Nursalim, mantan pemegang saham pengendali Bank BDNI.
Padahal, menurut KPK, SN belum berhak menerima SKL karena persoalan kredit bank kepada 11 ribu petambak udang yang menjadi plasma perusahaan PT Dipasena Citra Darmaja belum diselesaikan. Pemberian SKL ini telah membuat pemerintah kehilangan hak tagih.
Kredit tersebut disalurkan pada saat sebelum krisis ekonomi 1997-1998 dalam bentuk valas senilai 390 juta dollar AS atau setara Rp 1,3 triliun pada kurs saat itu. Ketika kurs rupiah anjlok pada saat krisis, nilai utang petambak tersebut membengkak menjadi Rp 4,8 triliun sehingga mereka kesulitan untuk membayar sehingga kredit menjadi macet.