Ke dokter Sidik, saya tanya ini kenapa begini, dia bilang itu biasa. Intinya begitu. Jadi apa yang saya katakan ini akan menyanggah bahwa ada penganiayaan.
Bahwa betul saya ada di dokter Sidik pada hari itu dan pulang dari sana sesudah saya dijadwalkan pulang, lebam-lebam di muka saya masih ada. Seperti ada... apa ya? kebodohan, yang saya nggak pernah bayangkan, bisa lakukan dalam hidup saya.
Saya pulang seperti membutuhkan alasan kepada anak saya di rumah. Kenapa muka saya lebam-lebam? Dan memang saya ditanya dan jawab saya dipukul orang. Jawaban pendek itu dalam satu minggu ke depannya akan terus dikorek terus, namanya juga anak, lihat muka ibunya lebam-lebam, kenapa?
Dan saya nggak tahu kenapa, dan saya nggak pernah membayangkan bahwa saya akan terjebak dalam kebodohan seperti ini. Saya terus mengembangkan ide pemukulan itu dengan beberapa cerita.
Jadi selama seminggu lebih sebenarnya cerita itu hanya berputar-putar di keluarga saya dan hanya untuk kepentingan berhadapan dengan anak-anak saya. Tidak ada hubungannya dengan politik. Tidak ada hubungan yang luas.
Tapi setelah sakit di kepala saya mereda, dan saya berhubungan dengan pihak luar. Saya nggak tahu bagaimana saya memaafkan ini kelak, tetapi saya kembali saya melakukan kesalahan itu. Saya kembali ke cerita itu bahwa saya dipukuli.
Mohon jangan dikira saya mau mencari pembenaran, nggak. Ini salah. Apa yang saya lakukan adalah sesuatu yang salah. Sampai ketemu Fadli Zon datang ke sini, cerita itu yang sampai ke dia. (Iqbal saya panggil ke sini) cerita itu juga yang berkembang di percakapan.
Yang terjadi adalah hari Selasa tahu-tahu foto saya sudah beredar di seluruh media sosial. Saya nggak sanggup baca itu.
Saya ada beberapa peristiwa yang membawa ke Pak Djoko Santoso, lalu membawa saya ke Pak Prabowo bahkan di depan Pak Prabowo, orang yang saya perjuangkan, orang saya cita-citakan memimpin bangsa ini ke depan, mengorek apa yang terjadi pada saya, saya juga masih melakukan kebohongan itu.
Baca Juga: Korban Bencana Palu dan Donggala Diberi Kelonggaran Pajak
Sampai kita keluar dari Lapangan Polo kemarin saya tetap diam, saya biarkan semua bergulir dengan cerita itu. Di Lapangan Polo saya sebenarnya merasa betul ini salah. Waktu saya berpisah dengan Pak Prabowo dan Pak Amien Rais, saya sebenarnya tahu di hati saya ini salah. Tapi saya nggak coba ngoreksi.
Itu yang yang terjadi, itu lah yang terjadi, jadi tidak ada penganiayaan. Itu hanya cerita khayalan yang diberikan oleh setan mana ke saya dan berkembang seperti itu.
Saya tidak sanggup melihat bagaimana Pak Prabowo membela saya dalam jumpa pers, saya nggak sanggup melihat sahabat-sahabat saya membela saya dalam pertemuan yang digelar di Cikini.
Saya salat malam tadi malam berulang kali dan tadi pagi saya mengatakan pada diri saya setop. Saya panggil anak-anak saya, saya minta maaf kepada anak-anak saya dan minta maaf kepada orang-orang yang membantu saya di rumah ini yang sekian harinya saya selalu bohong.
Bohong itu sebuah perbuatan salah dan saya tidak punya jawaban mengatasi kebohongan kecuali mengakui dan memperbaikinya. Mudah-mudahan dengan itu semua pihak yang terdampak oleh perbuatan saya ini, mau menerima bahwa saya hanya manusia biasa, perempuan yang dikagumi banyak orang itu juga bisa tergelincir.
Untuk itu, melalui forum ini juga saya dengan sangat memohon maaf kepada Pak Prabowo, terutama Pak Prabowo Subianto yang kemarin dengan tulus membela saya, membela kebohongan yang saya buat. Saya nggak tahu apa rencana Tuhan dari semua ini.