Demi Festival Nomoni, Fotografer Kemenpar Malah Alami Gempa Palu

Minggu, 07 Oktober 2018 | 18:00 WIB
Demi Festival Nomoni, Fotografer Kemenpar Malah Alami Gempa Palu
Fotografer Kemenpar, Bambang. (Dok: Kemenpar)

“Aku jatuh bangun dalam air, dan sempat berdiri di balik pohon bambu kecil. Lalu aku pindah  ke balik rumah dan berpegangan di pintu gerbang besi. Aku melihat air selain mengejarku dari kanan belakang, ternyata juga datang dari arah kiri.  Aku tidak mampu lagi berlari. Aku hanya mampu berpegangan pagar sambil berteriak, ‘Ya Allah, Astaghafirullahal aziem, Ya Allah, ampuni aku!" tuturnya.

Tak lama, air sudah merendam setinggi dada. Air cepat surut hingga turun di atas tumit, atau sekitar 30 cm dari tanah. Namun, Bambang sudah tertinggal jauh dengan teman-temannya. Untuk bertahan, Bambang berusaha mencari tempat tinggi.

Dekat situ, ia lihat ada bangunan yang sedang dibongkar. Bambang pun berusaha naik ke puing-puing tangga, namun tangganya sudah hancur,

“Aku balik ke bagian depan bangunan, karena kulihat beberapa orang turun dari situ. Tapi ternyata aku tidak bisa naik, karena kakiku lemas dan bangunan yang akan ku panjat, lantai atasnya sudah tak ada,” kenangnya.

Saat sedang kebingungan, ia mendengar ibu-ibu minta tolong. Ia terjepit pepohonan. Ada juga ibu-ibu yang kakinya patah. Bambang sempat bertanya jalan keluar dari situ.

Tiba- tiba ada yang memangil "Ombeng ! Ombeng dimana?" kenangnya.

Ternyata yang memanggil itu adalah Suzana Dorotea, Ketua Harian GenPI Sulteng. Dia nekat balik lagi mencari Bambang dan menuntunnya ke jalan raya yang sudah penuh sesak.

Suzan bilang, teman-teman yang lain ada di mobil Joshua, fotografer Palu yang ikut meliput Festival Nomoni.

“Tidak jauh dari pantai, memang ada mobil temanku Joshua. Tapi ternyata, teman-temanku sudah gak ada, entah kemana, termasuk pemilik mobil Joshua,” tuturnya.

Baca Juga: Festival Pesona Raja Ampat 2018 Jadi Incaran Turis Mancanegara

Tak lama, gempa datang kembali. Bambang sempat menitip tas kamera di bagasi mobil. Isinya kamera dengan 2 lensa dan HP yang sudah mati karena terendam air.

“Aku dituntun Suzan berjalan setengah lari, karena aku sudah lemas. Sambil jalan, gempa tak kunjung berhenti. Saat itu, kulihat ada mobil pickup yang siap jalan mengungsi. Suzan kemudian minta tolong ikut menumpang dan diperbolehkan. Di atas mobil, ada beberapa orang yang terluka, terlihat banyak darah di wajahnya,” papar Bambang.

Namun, sopir pickup ternyata tidak tahu harus menuju arah mana. Untung saja, Suzan tahu jalur evakuasi ke tempat yang tinggi. Tapi karena jalan raya penuh orang berlari, motor dan mobil, tersendat.

Saat macet, gempa datang lagi. Bambang dan Suzan turun karena takut gempa membuat mobil terbalik. Mereka kembali berjalan. Tapi Bambang tetap dituntun Suzan

“Untungnya, Suzan membawa air untuk kuminum. Pada saat di perempatan, aku bilang ke Suzan bahwa aku gak sanggup lagi jalan. Aku mau duduk aja di trotoar. Suzan mencoba minta ke seorang pengendara motor untuk mengangkut Bambang. Tapi ditolak, karena pengendara motor sedang mencari istrinya,” katanya.

Saat itu ada mobil putih yang berhenti. Sang pengemudinya menawarkan bantuan agar aku masuk mobilnya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

REKOMENDASI

TERKINI