Dana hibah dari Kemenpora untuk KONI yang dialokasikan adalah sebesar Rp 17,9 miliar.
Menurut KPK, pengajuan dan penyaluran dana hibah sebagai "akal-akalan" dan tidak didasari kondisi yang sebenarnya. Sebelum proposal diajukan, diduga telah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan "fee" sebesar 19,13 persen dari total dana hibah Rp 17,9 miliar, yaitu sejumlah Rp 3,4 miliar.
Dalam pengembangan kasus itu, KPK telah mengidentifikasi peruntukan dana hibah dari Kemenpora ke KONI tersebut akan digunakan untuk pembiayaan pengawasan dan pendampingan atau wasping.
Pembiayaan wasping tersebut mencakup penyusunan instrumen dan pengelolaan "database" berbasis android bagi atlet berprestasi dan pelatih berprestasi tahun jamak atau "multi event" internasional.
Selanjutnya, penyusunan instrumen dan evaluasi hasil pemantauan dan evaluasi atlet berprestasi menuju SEA Games 2019. Terakhir, penyusunan buku-buku pendukung wasping peningkatan prestasi olahraga nasional.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 18 Desember 2018, tim KPK juga menyita sejumlah barang bukti antara lain uang sebesar Rp 318 juta, buku tabungan dan ATM (saldo sekitar Rp 100 juta atas nama Jhonny E Awuy yang dalam penguasaan Mulyana), mobil Chevrolet Captiva warna biru milik Eko Triyanto serta uang tunai dalam bingkisan plastik di kantor KONI sekitar sejumlah Rp 7 miliar.