Menurut Melanie, anggota DPR tersebut tidak perlu cek kecuali jika mereka memiliki gejala Covid-19. Melanie emosi mengatakan anggota DPR itu tidak pernah menyambangi rakyat.
"Mereka nggak perlu cek, kecuali ada gejala. Mereka juga nggak pernah nyambangin turun ketemu rakyat kok kecuali pas minta dipilih minta suara," tulis Melanie Subono.
"Kalau rakyat kecil ngga bisa periksa karena swab nggak ada, rapid test nggak ada, nanti diagnosanya paling DBD atau tipes atau radang paru, sementara mereka nanti akan pamer hasil tesnya di medsos-medsos dan kita cuma bisa merana nyariin swab di mana," ujar Melanie.
Di akhir tulisan, Melanie menyampaikan curahan hatinya, "Yang gaji mereka itu kita, kenapa harus kita yang nggak jelas nasibnya. Rakyat harus didahuukan, baru #INDONESIAJAYALAGI!"
Keluarga pasien positif corona tak punya uang untuk tes
Keluarga pasien positif corona Covid-19 yang tengah dirawat di Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, hingga Sabtu (21/3/2020) belum diperiksa. Sebabnya, mereka tak memunyai biaya.
Informasi yang terhimpun Suara.com, di RSUA terdapat dua pasien positif yang dirawat. Mereka dari keluarga yang berbeda. Dua keluarga pasien tersebutlah yang belum menjalani pemeriksaan.
Jubir Satgas Corona dr Alfian Nur Rosyid membenarkan hal itu. Kedua keluarga sempat mendatangi rumah sakit untuk melakukan pendataan diri dan screening pada Kamis (19/3).
"Kami cuma screening saja, swabnya belum. Jadi belum diperiksa secara menyeluruh," kata Alfian saat dihubungi kontributor Suara.com, Sabtu (21/3/2020).
Baca Juga: Pemkot Bandung Dapat 2.000 Alat Rapid Test, Ini Warga yang Dapat Prioritas
Meski di Laboratorium Institut of Tropical Disease (ITD) Unair telah ditunjuk pemerintah sebagai pemeriksaan Covid-19, yang akan periksa tetap membayar lantaran masih belum mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat.
"Tapi labnya itu belanja sendiri, menyediakan alat sendiri dan lain-lain. Ya wajarlah kalau mereka berbayar, kecuali kalau sudah dapat bantuan dari pemerintah. Makanya mereka terkendala pembiayaan," jelasnya.
Meski begitu, keluarga dari dua pasien positif tersebut belum masuk kategori pasien dalam pengawasan (PDP) maupun orang dalam pemantauan (ODP). Jadinya, pembiayaan mereka masih ditanggung sendiri.
Ia mengklaim, pembiayaan gratis hanya diberlakukan apabila pasien tersebut sudah masuk dalam kategori PDP atau ODP dan ber-KTP Surabaya.
"Soalnya dari Dinkes kalau ODP sudah dibiayai. Nah kalau ini itu istilahnya high risk contact, yaitu sudah kontak tapi enggak ada gejala, itu di bawahnya ODP," jelasnya.
Terkait komunikasi pasien dengan pihak Pemkot Surabaya, Alfian masih belum memastikan apakah mereka sudah melakukan konsultasi mengenai aturan atau persyaratan mendapatkan pembiayaan secara gratis tersebut.