Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengatakan "perbudakan" ABK Indonesia disebabkan oleh carut-marutnya tata kelola aturan perekrutan, pelatihan dan penempatan pelaut perikanan Indonesia.
"Rencana peraturan pemerintah tentang perlindungan ABK perikanan dan niaga masih di proses harmonisasi kementerian. Penghambatnya adalah Kementerian Perhubungan yang tidak mau melepas kewenangan ini ke Kementerian Ketenagakerjaan," kata Sekretaris Jenderal SBMI, Bobby Alwi.
Padahal, lanjut Bobby, UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, penempatan tenaga migran termasuk ABK di bawah kewenangan Kemenaker.
"Jadi Presiden Jokowi harus bertindak tegas, harus turun tangan menyelesaikan sengketa antar kementerian ini, kalau tidak akan banyak terus korban jiwa," katanya.
'Dari hulu tak beres, akibatnya banyak yang meninggal'
Carut marutnya tata kelola tersebut terlihat dari adanya lima pintu yang bisa mengirimkan ABK Indonesia ke luar negeri, kata Moh Abdi Suhufa, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia—lembaga yang peduli dengan persoalan maritim.
Pertama, Kementerian Perhubungan melalui Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK).
Kedua, Kementerian Tenaga Kerja melalui izin resmi sebagai perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (SP3MI).
Ketiga, Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang kini berubah nama menjadi Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Baca Juga: Pemerintah Diminta Tegas pada Pelarungan Jenazah ABK di Laut Somalia
Keempat, pemerintah daerah melalui Dinas Perdagangan dan Jasa dengan menerbitkan izin menempatkan orang.
Terakhir adalah mandiri, yaitu menempatkan orang tanpa mengurus izin dari manapun.
Wartawan Hong Kong tolak klaim polisi terkait penembakan jurnalis Indonesia Kemenkes rilis prosedur kepulangan WNI setelah ratusan ribu pekerja migran sudah pulang ke Indonesia Bandara Soekarno Hatta dipadati penumpang, 'disengaja' maskapai
"Seperti kasus Herdianto [dilarung di laut Somalia] disalurkan secara ilegal karena PT nya tidak punya SIUPAK dan SP3MI. Dari hulu sudah tidak beres ya begini akibatnya, banyak yang meninggal."
"Yang menjadi bermasalah adalah di jalur pemda dan mandiri karena tidak ada pengawasan, tidak ada pelatihan, tidak ada apa-apa. Yang penting kirim dan mereka dapat uang," katanya.
Menurut Abdi, rencana peraturan pemerintah yang menjadikan penyaluran ABK menjadi satu pintu kini tengah diharmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Telah terjadi 30 rapat antar kementerian selama lebih dari dua tahun. Hingga kini belum disetujui.