Mahasiswa Indonesia di Jerman: Lawan Rasisme dan Penindasan di Papua

Reza Gunadha Suara.Com
Sabtu, 13 Juni 2020 | 14:46 WIB
Mahasiswa Indonesia di Jerman: Lawan Rasisme dan Penindasan di Papua
[DW Indonesia]

Melawan rasisme terhadap masyarakat Papua “Rasisme itu ada di mana-mana. Di tanah air, bisa kita simpulkan rasisme itu ada sejak dulu, karena tanpa sadar kita mengadopsi doktrin itu. Kita pun sebagai orang, yang mengatakan kepada kita sebagai bangsa pribumi, kita bisa melihat ketidakadilan terhadap etnis Tionghoa dan Papua,“ kata Alfie.

Menurutnya, gerakan antirasisme di dunia, #BlackLivesMatter ini, mengingatkannya pada situasi di Tanah Air.

“Kita tidak akan pernah lupa tragedi kerusuhan Mei tahun 1998 atau kejadian yang menimpa mahasiswa Papua di Jawa. ‘Colourism’ dan ‘anti Blackness’ di Indonesia itu ada karena kebanyakan orang menghubungkan warna kulit yang gelap dengan hal yang negatif, padahal sama sekali tidak benar,” ujar Alfie geram.

“Tidak ada yang bisa mengkotak-kotakkan kita berdasarkan warna kulit. Karena pada dasarnya tidak ada fakta biologis yang menyatakan bahwa warna kulit mempengaruhi level intelektual seseorang. Jadi selama kita berpikir warna kulit mempengaruhi tingkah laku kita, sikap kita, motivasi kita, tingkah laku kita, cara berpikir atau gaya hidup, maka saya pikir, rasisme itu akan selalu ada.“

Hal senada disampaikan Reynaldi Adias Dhaneswara yang juga kuliah di jurusan yang sama dengan Alfie di Kota Köln.

Menurutnya, kematian George Floyd di Amerika Serikat mengingatkan bahwa rasisme itu masih sangat kental di kehidupan masyarakat maupun di sekeliling dan kehidupan kita sehari-hari, entah disadari atau tidak.

“Dan kematian Floyd mengingatkan kita sebagai bangsa Indonesia bahwa kita masih melakukan rasisme sedari dulu kala terhadap saudara kita di Papua dengan penindasan yang melanggar hak asasi manusia baik, dari pemerintah maupun kepolisian/tentara.“

Amira Rahima Wasitova, mahasiswi jurusan ilmu pertanian Universitas Bonn berbagi pendapat, insiden yang menimpa George Flyod bisa diketahui banyak orang karena tertangkap kamera dan jadi viral. Sehingga masyarakat luas jadi marah dan tidak terima kalau orang kulit hitam masih mendapat diskriminasi ras yang parah.

Padahal bukan rahasia lagi, insiden serupa sering terjadi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Baca Juga: Mahasiswa UI Ajukan Diri Sebagai Amicus Curiae untuk Tujuh Tapol Papua

“Masih banyak diskriminasi antar ras, seperti contohnya yang sering dihadapi oleh teman-teman dari Papua,“ papar Amira.

Mahasiswi yang bermukim di Kota Bonn, Jerman ini juga berharap agar masyarakat Indonesia mengintrospeksi diri dan menghargai sesama.

“Yang paling penting agar lebih sadar terhadap isu kekerasan terhadap ras tertentu di Indonesia demi persatuan,“ katanya.

“Mulai dari sekadar lontaran ejekan yang menyinggung warna kulit, serangan fisik dari masyarakat sekitar, hingga perlakuan aparat yang kurang berdasar,“ tambah Amira yang juga mengambil contoh serangan di asrama Papua tahun lalu.

Sementara itu, Bimo Ario Tedjo, mahasiswa jurusan bisnis administrasi, Universitas Köln, berharap banyaknya aksi solidaritas terhadap komunitas kulit hitam akan membangun kesadaran baru.

Seperti rekan-rekan mahasiswa yang lain, ia pun mengingatkan pentingnya juga membangun kesadaran melawan rasisme di tanah air.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI