Suara.com - Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Fahriza Tanjung mengatakan terdapat klaster penyebaran Covid-19 di sekolah. Ini dikarenakan longgarnya pelaksanaan protokol kesehatan.
Fahriza mengatakan klaster tersebut dapat menjadi ancaman sekolah yang membuka pembelajaran tatap muka.
"Tapi persoalannya adalah kami melihat adanya klaster-klaster yang terjadi di sekolah kemudian longgarnya pelaksanaan protokol kesehatan di sekolah. Itu menjadi ancaman sendiri bagi sekolah," ujar Fahriza dalam konferensi pers secara daring, Sabtu (22/8/2020).
FSGI mencatat sebanyak 42 guru dan dua tenaga pendidikan meninggal akibat Covid-19 per 18 Agustus 2020.
Terkait itu, ia melihat ada persoalan sehingga terjadi penyebaran Covid-19 pada guru-guru di sekolah.
"Jadi kami tidak hanya sekedar angka tapi kami melihat substansi dari persoalan penyebaran covid-19 pada guru ini," ucap Fahriza.
Penyebaran Covid-19 pada guru kata Fahriza, karena sebagai Pemda mewajibkan guru tetap hadir ke sekolah setiap hari untuk melakukan absensi sidik jari.
"Kami melihat bahwa Pemda sangat kaku memandang Permendikbud nomor 15 tahun 2018 di mana memang ada kewajiban bagi guru untuk memenuhi pertama, ASN nya untuk memenuhi ketentuan 37,5 jam kerja efektif," ucap Fahriza.
"Dan ini terjadi di Surabaya termasuk kemarin di Bekasi juga dan ada beberapa daerah lain yang mewajibkan gurunya untuk hadir ke sekolah," tambahnya.
Baca Juga: FSGI Sebut Perlindungan Guru Sangat Lemah Saat Pandemi Covid-19
Menurutnya kewajiban hadir ke sekolah tidak sesuai dengan Surat Edaran Menteri PAN RB Nomor 58 Tahun 2020 yang memberikan fleksibilitas lokasi kerja baik di kantor maupun di rumah di masa pandemi.
"Jadi saya kira apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah mewajibkan hadir ke sekolah bertentangan dengan surat edaran ini. Kemudian pula kehadiran guru sekolah bertentangan dengan surat edaran Mendikbud, yang di surat edaran untuk melaksanakan belajar dirumah mellaui pembelajaran jarak jauh secara daring," kata dia.
Ia kemudian merekomendaikan Pemda ataupun yayasan swasta tidak mewajibkan guru masuk ke sekolah selama mampu memenuhi tugas pokok secara daring.
"Kami melihat bahwa selama guru-guru masih mampu memenuhi tugas pokok yaitu mulai dari merencanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran dan seterusnya maka pembelajaran daring di rumah tidak jadi masalah sehingga tidak harus ke sekolah," kata Fahriza.
Kemudian klaster penyebaran Covid-19 karena terjadi penularan atau transmisi pada lingkungan sekolah.
Beberapa sekolah kata dia, masih banyak yang belum menjalankan protokol kesehatan dengan baik.
"Misalnya saja guru memungkinkan guru berinteraksi dengan membuka maskernya, meletakkan guru pada satu ruangan yang sama tanpa memperhatikan physical distancing. Kemudian minimnya sarana hand sanitizer dan disinfektan serta sarana sanitasi lainnya," kata Fahriza.
Kemudian kewajiban hadir ke sekolah telah mengakibatkan guru-guru yang berada di luar kota harus berangkat ngantor. Ia khawatir mereka yang harus berpergian dengan menggunakan transportasi umum.
"Padahal kalau kita mengikuti aturan sesuai dengan SKB 4 menteri bagi warga sekolah yang berada di zona merah ketika menuju sekolah yang zona hijau maka seharusnya di isolasi selama 14 hari. Tapi ini kan tidak diikuti menjadikan lingkungan sekolah semakin resiko terhadap penularan covid 19," tutur Fahriza.
Ia khawatir jika kondisi tersebut dibiarkan semakin banyak guru yang terpapar bahkan meninggal dunia hingga mengalami cacat fisik.
"Bisa jadi mengalami cacat fisik secara permanen pada paru-parunya karena memang kan virus konfirmasikan menyerang pada paru-paru," ucap Fahriza.
Tak hanya itu, ia meminta pemerintah melakukan pengawasan secara ketat terkait rencana pembukaan sekolah tatap muka.
"Pemerintah diharapkan memberikan sanksi kepada pihak yang melanggar aturan terutama dalam upaya pembukaan sekolah," katanya.