JPU Sebut Irjen Napoleon Minta Rp 7 M untuk Petingginya, Polri: Tak Ada

Selasa, 03 November 2020 | 21:12 WIB
JPU Sebut Irjen Napoleon Minta Rp 7 M untuk Petingginya, Polri: Tak Ada
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte bersiap menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11/2020). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Suara.com - Bareskrim Polri mengklaim bahwa dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Irjen Napoleon Bonaparte yang disebut sempat meminta uang suap terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra senilai Rp 7 miliar untuk petingginya tidak ada dalam berita acara pemeriksaan atau BAP.

Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Awi Setiyono menyatakan telah mengkonfirmasi hal itu langsung kepada penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri.

"Saya konfirmasi kepada penyidik, tidak ada di dalam BAP," kata Awi di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (3/11/2020).

Kendati begitu, Awi enggan menanggapi jauh soal dakwaan JPU terhadap Napoleon yang berbeda dengan BAP penyidik Dittipikor Bareskrim Polri. Menurutnya, hal itu biarlah menjadi fakta persidangan.

"Jadi pengakuan yang bersangkutan di persidangan ya silakan itu kan fakta persidangan. Tapi fakta penyidikan tidak ada di dalam BAP. Bagaimana kelanjutannya tentunya nanti kita sama-sama lihat ini kan baru awal," katanya.

Eks Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte sebelumnya disebut meminta uang senilai Rp7 miliar dalam perkara dugaan suap terkait penghapusan red notice untuk terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.

Fakta tersebut diketahui saat JPU membacakan dakwaan dalam sidang perdana yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (2/11) kemarin.

Jaksa menyebutkan jika terdakwa Napoleon dan Prasetijo Utomo disuap agar nama Djoko Tjandra terhapus dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi. Pasalnya, saat itu Djoko Tjandra masih berstatus buronan.

Pada awal April 2020, Djoko Tjandra yang sedang berada di Malaysia hendak mengajukan Peninjauan Kembali (PK) demi bebas dari semua jeratan hukum.

Baca Juga: Kasus Surat Jalan Palsu, Prasetijo Tanya Alasan Polisi Buat Laporan Sendiri

Namun, persyaratan pengajuan PK mewajibkan Djoko Tjandra harus datang ke Tanah Air. Sementara dia khawatir akan tertangkap bila ke Indonesia mengingat statusnya merupakan buronan Kejaksaan Agung RI.

Atas hal itu, Djoko Tjandra lantas meminta bantuan pada Tommy Sumardi untuk menanyakan statusnya ke Divisi Hubungan Internasional Polri. Dalam hal ini, Djoko Tjandra sudah menitipkan uang senilai Rp10 miliar pada Tommy untuk memuluskannya.

Selanjutnya, pada tanggal 17 April, Tommy yang merupakan utusan Djoko Tjandra itu menemui Napoleon. Kepada Tommy, Napoleon menyanggupi permintaan untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari daftar red notice dengan imbalan sebesar Rp3 miliar.

"Dalam pertemuan tersebut terdakwa Irjen Napoleon menyampaikan bahwa 'red notice Joko Soegiarto Tjandra bisa dibuka karena Lyon yang buka, bukan saya. Saya bisa buka, asal ada uangnya'. Kemudian Tommy Sumardi menanyakan berapa nominal uangnya dan oleh terdakwa Irjen Napoleon dijawab '3 lah ji (Rp 3 miliar)," kata jaksa.

Setelah itu, Tommy pun langsung menghubungi Djoko Tjandra yang berada di Malaysia. Djoko Tjandra akhirnya mengirim uang sebesar 100 ribu Dollar Amerika kepada Tommy.

Setelah menerima uang, Tommy terlebih dulu bertemu dengan Brigjen Prasetijo sebelum menyerahkan uang kepada Napoleon. Ketika itu Prasetijo mengambil uang sebesar 50 ribu Dollar Amerika dari 100 ribu Dollar Amerika yang dibawa oleh Tommy untuk Napoleon.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI