Suara.com - Laporan palsu atau laporan yang dibesar-besarkan tentang kecurangan pemilu beredar sepanjang hari pemilihan di AS.
Dalam beberapa kasus, hal ini dibantu dilakukan oleh akun resmi Partai Republik dan publikasi online.
Twitter Inc dan Facebook Inc pada Selasa (03/11) menangguhkan beberapa akun-akun berita baru yang mengunggah informasi seputar pemungutan suara dalam Pemilu AS.
Akun-akun berita yang kebanyakan condong ke sayap kanan itu dinilai melanggar kebijakan dua perusahaan teknologi besar tersebut.
Twitter mengatakan akun-akun itu telah ditangguhkan karena melanggar kebijakan terkait “koordinasi” dengan mengunggah konten yang identik, padahal tampil sebagai akun independen, atau terlibat dengan perilaku otomatis akun lain secara diam-diam.
Salah satu akun yang ditangguhkan adalah SVNewsAlerts, yang memiliki lebih dari 78.000 pengikut di Twitter. Akun ini berhasil menambahkan lebih dari 10.000 pengikut dalam sepekan terakhir.
Selain sering memperingatkan tentang kerusuhan terkait pemilu, akun tersebut juga kerap menyoroti masalah keamanan dan reliabilitas pemungutan suara.
Mereka menunjukkan klaim palsu tentang kubu Demokrat dan meminta perhatian terhadap kampanye dan pidato kandidat Republik, Donald Trump. Faktanya, hanya sedikit atau bahkan tidak ada gangguan besar yang dilaporkan terjadi di tempat pemungutan suara (TPS) pada hari Selasa (03/11).
Kelompok kebebasan sipil dan aparat keamanan juga berjaga dalam keadaan siaga tinggi untuk gangguan apapun terhadap pemilih. Beberapa akun lain yang ditangguhkan oleh Twitter adalah FJNewsReporter, Crisis_Intel dan Faytuks.
Baca Juga: Antrean Panjang Warga AS ke TPS dalam Pemilu yang Paling Memecah Belah
Beberapa akun ini di masa lalu mengajak pembacanya untuk mengikuti akun masing-masing satu sama lain. Facebook juga menangguhkan beberapa akun yang berbasis di AS seperti SV News dan FJ News. Akun-akun tersebut dinilai melakukan perilaku tidak autentik. Halaman SV memiliki lebih dari 20.000 pengikut.
Beberapa akun jadi rujukan media Rusia
Beberapa dari akun yang ditangguhkan disebut kerap dibaca oleh media di Rusia, negara yang telah dituduh ikut campur pada pemilihan presiden 2016 lalu.
Cuitan dari SVNewsAlerts maupun Faytuks, yang hanya memiliki 11.000 pengikut, telah disorot puluhan kali dalam Sputnik dan RT, media yang dikendalikan oleh negara, demikian seperti diamati oleh peneliti Chris Scott dan dikonfirmasi Reuters.
Meskipun perusahaan media sosial telah mengambil tindakan, laporan palsu atau laporan yang dibesar-besarkan tentang kecurangan dan penundaan terkait pemungutan suara masih beredar sepanjang hari. Dalam beberapa kasus, hal ini dibantu oleh akun resmi Republik dan publikasi online.
FBI dan Jaksa Agung New York juga mengatakan tengah menyelidiki serentetan robocall misterius yang mendesak warga untuk tinggal di rumah, yang dilaporkan di beberapa ''negara bagian kunci'' di AS.