Suara.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR Daniel Johan sepakat ataspernyataan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), bahwa bencana banjir di Kalimantan Selatan bukan sebatas karena curah hujan.
Banjir di Kalsel disebabkan kerusakan lingkungan akibat kegiatan tambang dan alih fungsi hutan menjadi kebun sawit.
Daniel memandang, kerusakan akibat tambang dan alih fungsi hutan itu yang kemudian membuat lingkungan tidak lagi dapat bertahan menghadapi cuaca sehingga berakibat bencana.
"Kerusakan lingkungan dan masifnya alih fungsi hutan menjadi salah satu bencana ini. Sehingga tidak mampu menghadapi kondisi cuaca," kata Daniel kepada Suara.com, Senin (18/1/2021).
Karena itu, ia meminta agar lahan-lahan yang terlanjur dialihfungsikan menjadi perkebunan maupun tambang dapat dikembalikan seperti semula. Hal itu bertujuan untuk mencegah kejadian serupa banjir pada saat ini terulang.
"Paksa untuk rehabilitasi sesuai peraturan yang ada," ujar Daniel.
Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menegaskan bahwa banjir besar di Kalimantan Selatan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir bukan sekadar cuaca ekstrem, melainkan akibat rusaknya ekologi di tanah Borneo.
Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, mengatakan bahwa banjir tahun ini merupakan yang terparah dalam sejarah.
"Banjir (2021) kali ini adalah banjir terparah dalam sejarah Kalimantan Selatan yang sebelumnya," kata Kis saat dihubungi Suara.com, Jumat (15/1/2021).
Baca Juga: Lapan: Susutnya Hutan 10 Tahun Terakhir Tingkatkan Risiko Banjir Kalsel
Berdasarkan laporan tahun 2020 saja sudah terdapat 814 lubang tambang milik 157 perusahaan batu bara yang masih aktif bahkan ditinggal tanpa reklamasi, belum lagi perkebunan kelapa sawit yang mengurangi daya serap tanah.