Tentara Transgender Bunuh Diri, Diskriminasi LGBT+ di Korea Selatan Menguat

Rabu, 24 Maret 2021 | 19:10 WIB
Tentara Transgender Bunuh Diri, Diskriminasi LGBT+ di Korea Selatan Menguat
DW

Diskriminasi militer juga dia sebutkan tidak terbatas pada kelompok transgender.

Kebijakan homofobia yang tersebar luas

Pada tahun 2017, setelah sebuah video tersebar secara online yang menunjukkan dua tentara pria berhubungan seks, kesatuan militer Korea Selatan melakukan penyelidikan, menyita, dan secara forensik memeriksa ponsel serta menginterogasi pasukan.

"AS mengkriminalisasi hubungan sesama jenis dalam kode keadilan militernya pada 1950-an, dan itu diimpor ke Korea Selatan," tambah anggota pusat HAM militer Cho.

Politisi Korea Selatan pada umumnya lambat melindungi komunitas LGBT+ dari diskriminasi dan sering kali menyatakan kebalikan dari hal tersebut.

Bahkan Presiden Moon Jae-in dilaporkan mengatakan, dia menentang diskriminasi, tetapi di saat yang sama juga "menentang homoseksualitas."

Sebuah tugu peringatan didirikan setelah Byun bunuh diri, meski hanya sedikit politisi dan tokoh terkemuka yang berkunjung.

Komunitas harus 'membentuk suara kolektif'

"Komunitas perlu membentuk suara kolektif, yang sejauh ini belum benar-benar didengar, kecuali di akhir pekan atau festival parade queer."

Baca Juga: Uni Eropa Deklarasikan Jadi Zona Kebebasan Komunitas LGBT+

Parade dan festival quer tidak hanya menciptakan kesempatan untuk merayakan pembebasan identitas seksual, tetapi juga menjadi titik nyala bagi penentang hak beragama Korea Selatan.

Pada Festival Budaya Aneh 2018 di Incheon, kota tetangga yang berbatasan dengan Seoul, pengunjuk rasa homofobia melebihi jumlah peserta festival dengan lima banding satu.

Para pengunjuk rasa secara fisik menghalangi dan melontarkan hinaan ke penyelenggara, sementara ada juga yang melakukan tindak kekerasan.

"Umat Kristen adalah musuh utama hak-hak kaum gay," kata Lee Joo-Hyung, seorang gay.

Lee mula-mula mengungkapkan bahwa dia gay kepada teman-temannya dan kemudian ke keluarganya beberapa tahun yang lalu.

Ibunya yang beragama Kristen, sangat dipengaruhi oleh pengkhotbahnya, "menangis selama berhari-hari, mengatakan kepada saya bahwa saya akan sengsara, sakit dan masuk neraka," katanya kepada DW.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI