Suara.com - Para tersangka pengoplosan gas subsidi LPG 3 Kg menjadi gas 12 kg di Meruya Utara, Jakarta Barat ternyata meraup keuntungan sebesar Rp72 ribu dari hasil setiap penjualannya. Pengungkapan kasus ini terjadi ketika umat Islam hendak menyambut bulan Ramadan.
Menurut penuturan Kasubdit I Dittipidter Bareskrim Polri, Kombes Muhammad Zulkarnain kedua tersangka yakni DF dan T menjual hasil gas oplosan berisi 12 Kg seharga Rp140 ribu.
"Kalau yang 12 kg itu Rp140 ribu, sedangkan yang 3 kg Rp17 ribu di pangkalan mereka beli. Jadi satu tabung biru ini diisi 4 tabung melon (gas LPG 3 Kg)," kata Muhammad saat menggelar rilis kasus tersebut di Meruya Utara, Jakarta Barat, Selasa (6/4/2021).
Berdasarkan hal itu, dihitung untuk mendapatkan gas 12 Kg, mereka membutuhkan 4 tabung gas LPG 3 Kg, yang satu tabungnya dihargai Rp17 ribu. Jika dikalikan, untuk mendapatkan satu tabung gas 12 kg mereka hanya perlu mengeluarkan modal sebesar Rp68 ribu.
Sementara, harga jual dari hasil pengoplosan itu Rp140 ribu per satu tabung berisi gas 12 kg, sehingga keuntungan yang mereka peroleh sebesar Rp72 ribu.
Muhammad mengakatakan para tersangka mendapatkan gas LPG 3 Kg dari para agen. Lebih lanjut untuk mendalami peran para agen itu, dia mengatakan akan melakukan pengusutan, sebab tidak menutup kemungkinan mereka dapat dijadikan tersangka.
"Saya rasa perlu didalami untuk itu, dan kami akan dalami peran daripada agen. Kalau dia menerima keuntungan ya kami libatkan dia sebagai tersangka," ujar Muhammad.
"Kalau hanya menjual saja, ya siapapun bisa membeli. Tentunya ada kriteria untuk membeli. Tapi sebenarnya mereka harus sedikit aware karena dibeli tabung 3 Kg dalam jumlah besar sudah menimbulkan pertanyaan," sambungnya.
Bareskrim Polri mengungkap praktek pengoblosan gas subsidi LPG 3 kg menjadi 12 kg di Meruya Utara, Jakarta Barat, Selasa (6/4/2021). Setidaknya dua orang tersangka telah ditetapkan, yaitu DF dan T.
Baca Juga: Baku Tembak di Mabes Polri! Diduga Serangan Teroris
Kasubdit I Dittipidter Bareskrim Polri, Kombes Muhammad Zulkarnain mengakatakan akibat praktik ilegal itu negara mengalami kerugian sekitar Rp7 miliar.