Menanggapi ini, Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute Karyono Wibowo mengatakan bahwa laporan ini harus menjadi cambuk bagi pemerintah Indonesia untuk memperbaiki pelaksanaan demokrasi.
Karyono berpendapat ke depan Indonesia masih akan menemui sejumlah tantangan, tetapi ia optimis indeks demokrasi Indonesia akan membaik jika kebijakan yang diambil pemerintah mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi.
"Pelaksanaan pemilu misalnya perlu diperbaiki. Sejumlah hambatan dalam pelaksana pemilu seperti money politic itu juga harus dicegah. Terkait dengan intimidasi dalam pelaksanaan pemilu juga harus dicegah...Kongkalikong antara penyelenggara pemilu dengan kontestan itu juga harus dihindari," ujar Karyono kepada DW Indonesia, Kamis (04/02) siang.
Lebih lanjut Karyono mengatakan bahwa fenomena politik identitas menjadi salah satu indikator yang berperan penting dalam menurunnya indeks demokrasi Indonesia.
"Sejak tahun 2017 Pilkada DKI, kemudian terus berlanjut ke pilkada serentak sampai ke pemilu 2019. Bahkan Pilkada 2020 itu juga masih ada politik identitas yang digunakan sebagai instrumen politik dalam kontestasi elektoral," papar Karyono.
Bukan tanpa sebab Karyono memaparkan demikian. Dalam laporan tersebut menunjukkan bahwa tren indeks demokrasi Indonesia cenderung terus mengalami penurunan signifikan sejak tahun 2017.
Di Bawah Malaysia
Di kawasan Asia Tenggara, indeks demokrasi Indonesia sendiri ada di peringkat empat, di bawah Malaysia, Timor Leste, dan Filipina.
Ada lima indikator yang digunakan EIU dalam menentukan indeks demokrasi suatu negara, antara lain proses pemilu dan pluralisme, fungsi dan kinerja pemerintah, partisipasi politik, budaya politik, serta kebebasan sipil.
Baca Juga: Golkar Jatim Gadang Airlangga Hartanto Capres 2024, Wapresnya Khofifah
Di Indonesia, EIU memberikan skor 7.92 unutk proses pemilu dan pluralisme. Sementara itu, fungsi dan kinerja pemerintah dengan skor 7.50, partisipasi politik 6.11, budaya politik 4.38, dan kebebasan sipil dengan skor 5.59.