Suara.com - Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengatakan penyematan teroris oleh pemerintah kepada kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua tidak akan menyelesaikan permasalahan.
Beka berujar pelabelan teroris hanya menambah sebutan lain, tetapi siklus kekerasan yang terjadi tidak berhenti.
"Papua ini keadaannya semakin rumit, apalagi terakhir pemerintah sudah menetapkan KKB sebagai kelompok teroris dan ini saya kira memperumit keadaan dan berpotensi memperpanjang siklus kekerasan yang sampai saat ini tidak berhenti," kata Beka secara daring, Senin (3/5/2021).
Beka mengatakan siklus kekerasan tersebut berdampak terhadap jatuhnha korban, baik dari masyarakat sipil maupun aparat hukum dan keamanan.
"Jadi tidak hanya soal warga saja, tapi korbannya juga aparat penegak hukum dan keamanan. Maka, Komnas pada posisi mendukung penegakan hukum. Siapapun pelaku kekerasan ya harus dikejar, ditangkap, dan diadili dalam proses pengadilan yang fair dan terbuka. Sehingga publik bisa melihat sampai di mana kekuatan KKB ini," kata Beka.
Diketahui, Pemerintah Indonesia resmi menganggap Tentara Pembebasan Nasional Pembangunan Nasional (TPNPB) sebagai teroris. Keputusan pemerintah tersebut sudah disesuaikan dengan undang-undang yang mengatur soal teroris.
"Pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif di kategorikan sebagai teroris," kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube Kemenko Polhukam, Kamis (29/4/2021).
Keputusan tersebut diambil pemerintah karena banyak pihak yang mendukung untuk segera menindaklanjuti soal kekerasan yang terjadi di Papua baru-baru ini.
Menurut Mahfud, beragam kalangan mulai dari MPR RI, TNI, Polri hingga tokoh-tokoh Papua yang menemuinya bersepakat kalau TPNPB telah melakukan pembunuhan dan kekerasan secara brutal.
Baca Juga: Dicap Teroris, TPNPB Serukan Musnahkan TNI-Polri hingga Orang Jawa di Papua
Itu disebutnya sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 di mana teroris dikatakan sebagai siapapun orang yang merencanakan menggerakan dan mengorganisasikan terorisme.