Hidup Orang Rimba Kala Covid-19: Terhindar dari Wabah Tapi Kelaparan dalam Hutan

Reza Gunadha Suara.Com
Jum'at, 28 Mei 2021 | 21:26 WIB
Hidup Orang Rimba Kala Covid-19: Terhindar dari Wabah Tapi Kelaparan dalam Hutan
Orang Rimba atau Suku Anak Dalam melakukan social distancing (Dok. Willy Marlupi)

Selang satu dekade, kelompok Orang Rimba di Air Panas diserang campak, mereka sulit besesandingon karena wabah begitu cepat menyebar dalam satu rombongan, akibatnya 50 orang mati. Tarib adalah salah satu Orang Rimba yang selamat dari wabah itu.

“Kalau kena satu itu gak bisa lari, kena semua. Ini mati-mati 50 orang dalam satu minggu,” kata Tarib.

Hampir setiap tahun gelabah datang menyerang Orang Rimba dengan bermacam bentuk penyakit, mulai penyakit kulit, campak, cacar, demam, batuk, pilek, hingga muntah berak. Orang Rimba percaya saat musim betahunan atau musim buah, gelabah akan datang.

“Tapi zaman nenek kami itu jarang kena (wabah), paling 2-3 tahun baru kena,” kata Prabung.

Menurut Prabung wabah penyakit kini semakin meningkat seiring banyak pohon yang dibabat untuk kebun sawit dan transmigrasi. Dekade 1970-80an, terjadi pembukaan hutan besar-besaran di Air Hitam untuk lahan transmigrasi. 

Program transmigrasi merampas ruang hidup Orang Rimba menjadi petakan-petakan kebun sawit yang dianggap mampu melipatgandakan ekonomi masyarakat dalam waktu singkat. Lokasi transmigrasi Hitam Ulu dan Air Hitam berada persis di pinggir kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas. Sementara hutan penyangga telah habis dikapling-kapling untuk 16 perusahaan pengeksploitasi kayu dan sawit. Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) mencatat sejak tiga dekade terakhir Jambi telah kehilangan 1,5 juta hektar tutupan hutan. Saat ini luas tutupan hutan diperkirakan kurang dari 900 ribu hektar.

“Kalau dulu hutan masih banyak, jadi penyakit itu kena pada pohon tidak langsung ke manusia. Tapi kini itu tidak, karena hutan lah habis dimana-mana, ya tetap dia (penyakit) menyerang itu tetap pada manusia,” katanya.

Penyakit semakin beragam. Data Dinas Kesehatan Sarolangun, kelompok Orang Rimba rentan terserang diare, malaria, ISPA dan penyakit kulit. “Sekarang semua penyakit sudah ada, sudah lengkap semua,” kata Prabung.

Hilangnya Tanaman Obat

Baca Juga: Menempuh Jalan Pikukuh, Cara Warga Adat Baduy Bebas dari Covid-19

Munculnya banyak penyakit yang menyerang Orang Rimba dibarengi dengan hilangnya banyak tanaman obat akibat hutan dibabat.

Ekspedisi biota medika yang dilakukan LIPI, Kementerian Kesehatan dan Institut Pertanian Bogor menemukan ada 101 jenis tanaman obat dan 27 jenis jamur obat ditemukan di hutan Taman Nasional Bukit Duabelas.

Selain berburu Orang Rimba dikenal sebagai peramu ulung. Mereka menggunakan tanaman yang mereka sebut rumput bemambu sebagai obat batuk dan getah rotan udang untuk menyembuhkan pilek. Saya mencari padanan nama tanaman rumput bemambu dalam bahasa Indonesia namun belum ditemukan. Sementara akar pasak bumi dipercaya bisa menyembuhkan banyak penyakit, termasuk malaria.

Prabung memperkirakan, lebih dari separuh jenis obat di hutan sekarang telah hilang seiring hutan di Air Hitam yang terus menyempit. “Dulu segala macam penyakit obatnya ada di hutan,” katanya.

Beberapa tanaman yang sudah sulit ditemukan adalah daun capo atau yang dikenal juga dengan nama daun sembung. Daun ini adalah obat demam, batuk dan pilek.

“Dulu di sini banyak, sekarang susah dicari,” kata Bejalo, salah seorang rombong Tumenggung Grip. “Ini nanti direbus dengan air, terus buat mandi.”

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI