Suara.com - Mantan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah angkat bicara terkait permohonan red notice terhadap anggota DPR dari PDIP Harun Masiku yang diajukan KPK kepada National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia pada Senin (31/5/2021) lalu. Permohonan red notice itu diajukan terhadap yang kini sudah buron selama satu tahun empat bulan setelah Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pergantian antarwaktu.
Terkait hal itu, Febri seperti dikutip Solopos.com--jaringan Suara.com, menganggap permintaan red notice KPK sebagai dagelan. Febri pun mempertanyakan keseriusan lembaga antirasuah itu dalam memburu Harun Masiku.
"Ini yang disebut serius mencari buron? Bagaimana kisah KPK baru dengan Harun Masiku ini?," tanya Febri dalam cuitan di akun Twitter @febridiansyah, Kamis (3/6/2021).
Mulanya Febri berbicara tentang surat yang dikirimkan KPK ke National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia agar diterbitkan red notice atas Harun Masiku pada Senin, 31 Mei 2021. Padahal, kata dia, Harun Masiku telah masuk daftar pencarian orang (DPO) alias buron sejak 27 Januari 2020.
Febri bukan tanpa alasan mempertanyakan keseriusan pimpinan KPK memburu Harun Masiku. Sebab, politkus PDIP itu sudah menjadi buron selama 1 tahun 4 bulan.
Kejanggalan TWK
Sejumlah kejanggalan pun diungkit Febri, seperti polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) yang "menyingkirkan" pegawai KPK yang dinilai bekerja baik.
"Penyidik yang masuk dalam tim OTT diganti dengan yang lain diproses penyidikan, sesuatu yang jarang terjadi. Penyidik tersebut sekarang disingkirkan melalui TWK," ucapnya.
"Sedangkan Kompol Rosa, penyidik dari Polri yang juga masuk tim OTT komisioner KPU saat itu, dikembalikan ke Polri," tambahnya.
Baca Juga: Pegawai KPK Didesak Pilih Alquran atau Pancasila saat TWK, Febri Sindir Korupsi Kitab Suci
Dia menyebut Polri saat itu menolak dengan pertimbangan masa tugas Kompol Rosa yang masih panjang di KPK. Wadah Pegawai KPK pun melaporkan pimpinan KPK yang diduga sewenang-wenang dalam pengembalian Kompol Rosa ke Polri kepada Dewan Pengawas.