“Kenapa kami yang kecil ini mau dipajakin, apa nggak ada investor (sektor ekonomi lain) yang bisa dikenakan pajak. Untuk saya pribadi, pada masa pandemi Covid-19 jangan dulu lah,” katanya.
Ari pun menuturkan selama pandemi ini angka penjualan sangat menurun drastis, sampai 50 persen lebih.
“Selama pandemi ini jauh berkurang, makanya saya bilang kalau dinaikkan ketika kondisi kayak gini kalau dikenakan pajak tidak cocok lah,” ujarnya.
Sementara itu, seorang pembeli di Pasar Palmerah Tri, yang biasa berbelanja untuk kebutuhan warung makannya, menolak bahan pokok dikenakan pajak. Menurutnya, pemerintah seharusnya berupaya menurunkan harga bukan sebaliknya.
Kata dia, jika bahan sembako dikenakan pajak, harga belinya juga akan naik. Sehingga berdampak pada harga makanan yang dijualnya.
“Nggak setuju, sudah susah nyari duit, harga mahal dijual nggak laku. Jadi cari untung susah. Kalau bisa jangan dikenakan pajak, karena ekonomi susah ini,” ujarnya.
Seperti diketahui Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana menambah objek pajak untuk menambah pundi-pundi pendapatan negara.
Salah satu yang sedang dibahas adalah menjadikan bahan pokok atau sembako sebagai obyek pajak pertambahan nilai (PPN). Selain itu juga pada barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
Hal ini akan tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang bakal segera dibahas bersama DPR pada tahun depan.
Baca Juga: Keras! Pedagang Pasar Serpong Tolak Rencana PPN Sembako: Bakal Imbas ke Warga
Rencana pengenaan pajak sembako diatur dalam Pasal 4A draf revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983.