KPK Soroti Izin Perusahaan Tambang: Harus Ada Kemanfaatan, Bukan Kemudaratan

Jum'at, 09 Juli 2021 | 14:18 WIB
KPK Soroti Izin Perusahaan Tambang: Harus Ada Kemanfaatan, Bukan Kemudaratan
Ilustrasi KPK (kpk.go.id)

Suara.com - Direktur Koordinasi dan Supervisi I Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Didik Agung Widjanarko menegaskan bahwa operasi tambang ilegal perlu penegakan hukum yang nyata dan segera. Sebab, menurutnya, perusahaan tambang mesti mengantongi izin sehingga tak menimbulkan permasalahan hukum.  

Hal itu disampaikan Didik dalam rapat Monitoring dan Evaluasi (Monev) Inventarisasi dan Penertiban Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) bersama Pejabat Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melalui daring, Jumat (9/7/2021).

"Perhatian kami adalah bagaimana penertiban perizinan dan dampak usaha tambang bagi pendapatan daerah. Kalau ada operasi tambang ilegal, perlu penegakan hukum. Kalau ada izin, seharusnya ada kemanfaatan, bukan kemudaratan,” ucap Didik.

Dirjen Minerba Kementerian ESDM Sugeng Mujianto yang turut hadir menyampaikan bahwa pemerintah tidak mungkin sendirian dalam mengelola kekayaan alam Indonesia, hingga akhirnya memperbolehkan pihak lain. Namun, katanya, harus sesuai izin dan prosedur yang berlaku.

Menurut Sugeng terkait pengawasan bahwa dengan dengan Undang Undang (UU) nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, pembinaan pengawasan (binwas) dilakukan oleh Kemen ESDM melalui inspektur tambang. 

“Kami juga mewajibkan adanya surveyor atau verifikator sesuai Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB). Namun dengan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, banyak izin daerah ditarik ke pusat. Saat ini, ada sekitar 4.500-an izin mineral atau batuan dan 3.500an izin Batubara,” ungkap Sugeng.

Sugeng menambahkan dalam pengawasan batuan dan non mineral harus filakukan secara bersama. Apalagi, kata Sugeng, Masalah tumpang tindih penerbitan izin juga banyak mengemuka. 

"Diharapkan dengan adanya pendelegasian kewenangan ke pemda maka binwas akan lebih efisien," ucap Sugeng.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Sumatera Utara Afifi Lubis menyampaikan hasil pendataan pertambangan dilapangan melalui aparat di Pemprov Sumut. Ia menyebut perubahan UU secara jelas menyatakan kewenangan pengelolaan baik perizinan maupun pengawasan telah beralih ke pemerintah pusat. 

Baca Juga: Sekda Bandung Barat Diperiksa KPK Terkait Kasus Aa Umbara

"Kondisi ini tentu bagi kami, posisi kami sebagai steering atau pengarah saja kepada rekan-rekan kita di kabupaten atau kota,” ungkap  Afifi.

Dari data yang dimiliki Afifi, tercatat ada 311 izin usaha pertambangan (UIP) yang sudah tersebar di 23 Kabupaten dan Kota. Itupun dengan total luas wilayah mencapai 4.647,06 hektar. 

Apalagi, kata Afifi, ada 11 jenis izin utama IUP komoditas dan yang paling tinggi adalah jenis kerikil berpasir alami atau sirtu.

“Memang kondisi pengambilan pasir bersirtu, pengambilan tanah dan sebagainya banyak menimbulkan permasalahan. Kita sama-sama tahu di kabupaten Langkat sebagaimana disampaikan oleh Bupati, lebih banyak memberi mudhorot atau kerugian daripada manfaat. Hancurnya sarana, prasarana dan infrastruktur jalan sebagai dampak pengambilan galian C,” kata dia. 

Dari pemantauan Afifi, bahwa pada tahun 2020 terdapat total 222 usaha galian C yang tidak berizin yang tersebar di 20 Kabupaten dan Kota di Sumut. Di mana, kata Afifi, lebih dari 50 persen dari total keseluruhan izin dan tambang tidak berizin.

"Itu didominasi oleh komoditas batuan walaupun ada juga mineral logam dan batuan," ungkapnya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI