Kisah Manusia Silver: Kesaksian Remaja-remaja yang Terbiasa Hidup dengan Bahaya

Siswanto Suara.Com
Senin, 02 Agustus 2021 | 07:00 WIB
Kisah Manusia Silver: Kesaksian Remaja-remaja yang Terbiasa Hidup dengan Bahaya
Ilustrasi: manusia silver [Dok.Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Tidak ada data pasti jumlah manusia silver di Jabodetabek. Tetapi di kawasan-kawasan tertentu, misal di daerah Zamrud, Bantargebang (Kota Bekasi), mereka dapat dengan mudah ditemui karena jumlahnya banyak sekali.

Dari pengalaman Idoy, Dudun, dan Tompel, jika sesama manusia silver sudah saling mengenal satu sama lainnya, biasanya tidak akan ada persaingan. Kalau kebetulan berpapasan di suatu kawasan, salah satu kelompok akan mengalah untuk kelompok lain yang duluan masuk daerah tersebut.

“Pokoknya siapa yang duluan (masuk daerah itu), ya yang belakangan harus ngalah.” kata Dudun.

Akan lain halnya jika bertemu dengan kelompok lain yang belum saling kenal, terutama yang bersikap arogan, biasanya mereka tidak mau mengalah dengan kelompok yang lebih dulu memasuki kawasan tertentu. Ketemu dengan kelompok seperti itu biasanya sangat rawan terjadi pergesekan.

“Kalau ketemu orang lain nih, nggak tahu dah orangnya belaga-belaga di jalan, udah pasti dia nggak mau mengalah ya kan. Kalau dia jual ya kita beli. Saing-saingannyaya begitu bang, seperti dibilang takut nggak dapat duit gitu kalau dia di belakang. Makanya ya persaingan itu ada di situ,” Idoy menambahkan.

Tapi kelompok Idoy, meskipun masih darah muda, mereka tetap mencoba mengedepankan sikap damai dengan kelompok lain yang memancing pertikaian. Upaya yang mereka lakukan, misalnya berbicara baik-baik untuk mencari solusi dengan kelompok lain.

“Tapi kalau emang dia emosional, ya mau gimana lagi bang. Kita sudah sabar, kita sudah ngomong baik-baik, terus dianya masih begitu, ya udah kita ladenin aja gitu. Bukan gita nggak mau ngalah atau belagak sok jagoan, tapi emang dianya yang duluin kan, ya begitu deh,” kata Idoy.

Tak selamanya ingin jadi manusia silver

Mereka masih muda. Ibarat kata pepatah, masih banyak jalan menuju Roma. Idoy dan teman-temannya menyadari hal itu. Oleh karena itu, mereka tidak akan selamanya memilih pekerjaan sebagai manusia silver.

Baca Juga: Kisah Anak Transmigran Merantau ke Jakarta: Apa yang Terjadi di Kampungnya?

Menjalani manusia silver sebenarnya hanya semacam batu loncatan untuk mencari jalan menuju bidang pekerjaan yang lain.

Mereka akan berhenti jadi manusia silver jika nanti sudah menemukan pekerjaan baru.

“Kan kita kayak gini sembari nyari kerja juga di jalan. Kalau ada kerjaan ya kita stop dari kayak gini. Tapi yang namanya dalam pandemi kayak gini kan, nyari kerja susah, ya udah sampai sekarang masih kerjaan kayak gini,” kata Dudun.

Dudun menambahkan, apapun pekerjaan baru yang nanti didapatkan, asalkan sesuai kemampuannya, akan diambil dan disyukuri.

“Kerjaan yang diharapkan sih, ya yang dibilang enak sih susah, cuma yang penghasilannya lumayan aja, kayak sebulan dapat dapat gaji Rp1,5 juta atau Rp2 juta ya kita ambil. Kerjaan yang sebisa kita aja bang. Kita skill dimana gitu. Kalau kerja kan yang penting skill kan bang. Pengalaman ada dimana. Kayak dagang apa gimana, kita masih bisa.”

Sementara Idoy bercerita pada bulan September 2021 nanti dia akan memiliki kartu tanda penduduk elektronik. Setelah memiliki e-KTP, orangtuanya berencana memasukkan dia ke tempat kerja melalui jalur orang dalam.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI