Kontras Sebut Pembela HAM di Indonesia Sulit Dapatkan Perlindungan dari Regulasi Resmi

Kamis, 05 Agustus 2021 | 17:45 WIB
Kontras Sebut Pembela HAM di Indonesia Sulit Dapatkan Perlindungan dari Regulasi Resmi
Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti.[ kontras.org]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti mengatakan, pola kekerasan atau pelanggaran terhadap pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di negara Asia lainnya.

Hal itu tentunya berkaitan dengan situasi atau eskalasi politik yang sedang berlangsung, karena karateristik negara-negara di Asia memang mempunyai kesamaan.

Hal tersebut dikatakan Fatia dalam diskusi daring bertajuk Menuntut Komitmen Negara Terhadap Perlindungan Pembela HAM yang disiarkan akun Youtube KontraS pada Kamis (5/8/2021) hari ini.

"Rata-rata masih adanya impunitas, lalu kultur kekerasan yang masih menjadi satu buah momok yang juga bagaimana pengakuan dari negara yang minim terhadap pelanggaran HAM yang terjadi khususnya pelanggaran ham berat masa lalu," katanya.

Masih terjadinya impunitas serta kultur kekerasan, beber Fatia, pada akhirnya akan sulit memberikan perlindungan terhadap para pembela HAM.

Termasuk, perlindungan terhadap pembela HAM melalui peraturan atau regulasi yang dikeluarkan negara secara resmi.

"Pada akhirnya akan sangat sulit apabila Indonesia dapat melindungi pembela HAM, utamanya melalui peraturan dan regulasi secara resmi," sambungnya.

Kondisi Indonesia

Selama dua tahun ke belakang, KontraS tidak melihat adanya perubahan yang signifikan terkait perlindungan terhadap para pembela HAM.

Baca Juga: Renggut 82 Nyawa, Indonesia Peringkat 5 Kasus Kekerasan Terhadap Pembela HAM

Artinya, KontraS tidak melihat adanya pengakuan dan perlindungan secara resmi dari negara terhadap kerja-kerja para pembela HAM.

Fatia mengatakan, saat ini juga tidak ada peraturan yang tegas yang bisa mengkriminalisasi pelaku yang melakukan kekeradan terhadap pembela HAM atau Human Right Defender (HRD) tersebut. Sekalipun ada, itu hanya Undang-Undang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup (PPLH) Pasal 66.

Bunyinya: "Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata".

Fatia mengatakan, dalam praktiknya di lapangan, yang banyak terjadi adalah tindakan kriminalisasi terhadap para pembela HAM di sektor lingkungan.

Sebagai contoh, ada nama Effendi Buhing tokoh adat asal Desa Kinipan, Kabupaten Lamandau yang ditangkap atas dugaan kasus sengketa lahan dan pencurian dengan kekerasan terhadap PT Sawit Mandiri Lestari (SML).

"Mungkin undang-undang ini bisa jadi acuan, tetapi di dalam realisasinya harus juga terdapat perbaikan juga evaluasi dalam penerapan pasal ini," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI