Karena pada kenyataannya, warga binaan dengan kasus narkoba mendominasi dari jumlah warga binaan di seluruh lapas di Indonesia.
Di sisi lain, semakin bertambahnya warga binaan tidak disertai dengan penambahan lapas sehingga banyak yang mengalami over kapasitas.
"Oleh karena itu kita bicara, orang bandar itu tidak, itu tetaplah vonis inkrah tapi korban kita pikirkan apakah itu harus masuk lapas semua, apa tidak lebih bagus dengan selektif direhabilitasi," ujarnya.
Warga binaan dengan kasus narkoba yang mendominasi tersebut juga sempat disinggung Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).
Peneliti ICJR Maidina Rahmawati menuturkan mayoritas penghuni Rutan dan Lapas kata Maidina berasal dari tindak pidana narkotika.
Diketahui, ada sebanyak 28.241 WBP total di seluruh Indonesia merupakan pengguna narkotika yang sedari awal seharusnya tidak perlu dijebloskan ke penjara.
Maidina menuturkan angka tersebut bisa bertambah besar karena kebanyakan dari pengguna narkotika juga dijerat dengan pasal kepemilikan dan penguasaan narkotika yang digolongkan sebagai bandar.
"Polisi, Jaksa, dan Hakim lebih memilih mengirimkan para pengguna ini ke dalam penjara dari pada penanganan atau alternatif pemidanaan lain yang lebih manusiawi seperti rehabilitasi atau pidana bersyarat dengan masa percobaan," katanya.
ICJR, kata Maidina, menekankan pentingnya refleksi dari institusi dan lembaga negara dalam sistem peradilan untuk menyelesaikan persoalan Lapas.
Baca Juga: Suami Mimpi Anaknya Hilang, Ibu Korban Kebakaran Lapas Tangerang Tak Punya Firasat Buruk
"Dalam kondisi ini, maka sekali lagi penting untuk berefleksi agar ada visi bersama dari institusi dan lembaga negara khususnya yang berada dalam sistem peradilan pidana untuk bersama-sama menyelesaikan persoalan Lapas," tuturnya.