Suara.com - Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widyastuti, membantah soal pejabat dan keluarga di Jakarta mendapatkan vaksin Covid-19 dosis ketiga atau booster. Temuan ini sebelumnya diungkap koalisi masyarakat LaporCovid-19.
Widyastuti mengatakan pihaknya belum membagikan vaksin booster kepada masyarakat umum apalagi pejabat. Sesuai instruksi Pemerintah, dosis ketiga hanya diberikan kepada tenaga kesehatan.
"Kami, menurut kebijakan pemerintah pusat, booster hanya bagi tim tenaga kesehatan dan penunjangnya," ujar Widyastuti di acara vaksinasi NasDem, Jakarta Selatan, Kamis (9/8/2021).
Sebelumnya, Tim Koalisi Warga LaporCovid-19 melaporkan ada vaksinasi dosis ketiga atau booster bagi para keluarga elite pejabat dan aparat di salah satu perkantoran swasta di DKI Jakarta.
Co-Inisiator LaporCovid-19 Ahmad Arif mengungkapkan laporan itu datang dari warga kepada timnya, vaksinasi itu berlangsung di salah satu kantor swasta di Jalan Sudirman.
"Hari ini kami mendapat laporan adanya booster vaksin ketiga untuk keluarganya pejabat dan aparat di salah satu perkantoran swasta di Jakarta, di Jalan Sudirman. Menariknya, informasinya itu jangan disebarkan ke orang lain," kata Arif dalam diskusi virtual, Rabu (8/9/2021).
Arif sangat menyesalkan peristiwa ini, mereka juga pernah mendapatkan laporan bahwa ada orang non-nakes mendapatkan vaksin booster di Sentra Vaksinasi Mabes Polri.
"Ini beberapa laporan yang masuk ke kami mengenai penyimpangan penggunaan vaksin dosis ketiga. Bahkan ada sebagian di antaranya melaporkan penyuntikan itu dilakukan di mabes misalnya dan dan seterusnya," ungkapnya.
Padahal, Kementerian Kesehatan melalui nomor 71/ITAGI/Adm/VII/2021 telah jelas mengatur bahwa vaksin booster hanya diberikan bagi tenaga kesehatan yang dinilai bekerja dengan resiko tinggi terpapar Covid-19.
Baca Juga: Tinjau Vaksinasi Pelajar di Wajo, Presiden Jokowi Dorong Metode Door-to Door
Hingga saat ini tercatat sudah 726.589 dari 1.468.764 nakes yang sudah booster.
"Jadi ini menurut saya hal-hal yang harus ditindaklanjuti dengan sangat serius, karena menyangkut persoalan moral dan ketimpangan atau equity," tutup Arif.