Kemudian, pada 5 Maret, tim Polda Sulawesi Selatan mengabarkan ke LBH Makassar jika gelar perkara khusus akan dilakukan pada 6 Maret, pukul 13.00, di kantor Polda.
Kabar serba mendadak itu membuat penasihat hukum serba tidak siap.
“Waktunya sangat singkat untuk persiapan,” kata Rezky Pratiwi dari LBH Makassar. “Psikolog anak yang mendampingi korban sejak awal tidak dapat hadir karena benturan kegiatan.”
Pada 14 April, hasil gelar perkara itu menyebut Polda Sulsel merekomendasi Polres Luwu Timur untuk tetap menghentikan proses penyelidikan atas laporan pencabulan tersebut.
Mendesak Mabes Polri Melanjutkan Penyelidikan
Di lantai dua kantor Polres Luwu Timur, dihubungkan sebuah tangga, ada satu ruangan tempat kerja Aipda Kasman, penyidik yang menangani kasus anak-anak Lydia. Kasman membanggakan pekerjaannya, “Kami sudah lakukan visum sampai forensik. Sampai ada hasil psikiater ibunya.”
“Apakah saya bisa baca salinan itu?” tanya saya.
“Saya tidak bisa menyampaikan itu karena itu yang kami pegang,” dia menyeringai.
Apa yang disebut hasil psikiater dari RS Bhayangkara Makassar yang dirahasiakan itu rupanya dianggap “kebenaran” oleh banyak orang di Luwu Timur. Bahwa ibunya yang “gila”, bukan kasus dugaan pemerkosaan yang dibicarakan dan diingat oleh orang-orang. “Kami tahu kasus itu, tapi itu, kan, ibunya yang gila,” ujar seorang warga kepada saya. “Makanya kasusnya tidak lanjut.”
Baca Juga: Pratinjau Semifinal Bola Basket PON Papua: Kuda Hitam Bisa Beri Kejutan
Dalam sesi wawancara dengan Kasman, penyidik ini seketika duduk gelisah ketika saya menyodorkan rekaman. Ia mau berbicara lebih terbuka setelah diizinkan oleh atasannya, Kasat Reskrim Luwu Timur, Iptu Eli Kendek.