"Jadi kami menggunakan sampah sebagai sumber daya yang terbuang menjadi dana kesehatan, lalu kami kembalikan ke mereka sebagai layanan kesehatan dengan bayar sekitar 5 kilogram kardus, atau dua kilogram plastik dengan begitu mereka bisa berobat di klinik kami termasuk BPJS nya mereka bisa mendapatkan layanan operasi rawat inap dan lain sebagainya," kata Gamal.
Pegiat Lingkungan yang juga pembina Bank Sampah Induk (BSI) Gemes Siti Fitriah yang juga hadir mengatakan dalam pengelolaan sampah ada dua metode.
Yakni praktek dan kedua bagaimana memberi inovasi atau meningkatkan sebuah kualitas.
"Di saat kita bisa berkumpul di saat kita bisa ada sesuatu pendekatan terhadap masyarakat. Karena pada basisnya pengolahan sampah itu adalah sesuai dengan bagaimana kita bisa merubah perilaku untuk bagi masyarakat atau manusia seperti kita dalam usia dewasa dan bagaimana kita bisa membentuk membentuk perilaku yang baik terkait pengelolaan sampah untuk diri sendiri untuk," ucap Siti.
Siti menuturkan saat ini bagaimana membentuk perilaku yang baik terkait pengelolaan sampah untuk diri sendiri.
"Bagaimana merubah sebuah perilaku terkait apa yang telah dilakukan terhadap sampah yang kita dihasilkan. Kedua melakukan edukasi kepada masyarakat untuk merubah perilaku dalam pengelolaan sampah. Ketiga yaitu meningkatkan pendapatan masyarakat ini adalah sebuah circular economy di saat kita mengelola sampah. Hang pasti disaat kita mau ini bukan satu-satunya kita hanya menukar secara rupiah atau secara bisnis saja, tapi bagaimana 75% ini masuk di dalam edukasi perubahan perilaku," kata dia.
Di kesempatan yang sama, Divisi Suistainability PT Nestle Indonesia Faiza Anindita mengatakan bahwa Nestle memiliki target untuk mencapai nol emisi gas rumah kaca pada 2050.
"Bahwa Nestle sudah mendatangani Komitmen UN Business Ambition for 1.5ºC di bulan Desember 2020 kemarin secara global kami telah menyampaikan rencana pencapaian emisi net Zero kami akan kami capai di tahun 2050," kata Faiza.
Karena itu kata Faiza pihaknya akan mengurangi separuh emisi di tahun 2030.
Baca Juga: Hari Habitat Dunia, BTN Gelar Akad Kredit Massal 3.000 Unit
"Di mana pencapaian tersebut kami akan mengurangi separuh edisi kami pada tahun 2030 dengan bekerja sama dengan semua mitra kami baik dari agrikultur para petani industri lembaga swadaya masyarakat konsumen dan pemerintah untuk dapat mengurangi karbon kami," ucap Faiza.
Ketua Pengelola TPS 3R Bantas Lestari Ni Nyoman Sarasmini mengatakan TPS nya merupakan infrastructur pengelolaan sampah yang dibangun dengan dana APBN Tahun 2017 dari Kementerian PUPR.
Beberapa Unit usaha yang dikembangkan di antaranya unit usaha pengangkutan sampah, unit usaha composting, unit usaha pembibitan, untuk usaha Bank Sampah, budidaya maggot budidaya, peternakan ayam lele serta unit usaha kerajinan dari bahan daur ulang.
Kata dia, berbagai upaya pengelolaan sampah yang telah dilakukan tersebut merupakan upaya kolaboratif, karena sudah melibatkan peran fungsi setiap pemangku/ kepentingan di sepanjang rantai persampahan. Yaitu, pemerintah dunia usaha industri akademisi masyarakat pada setiap siklus tahapan pengolahan sampah.
"Dimulai dari pembatasan timbulan, pendaurulangan, pemanfaatan kembali hingga ke upaya upaya penanganan yang meliputi pemilihan pengumpulan pengangkutan pengolahan dan pemrosesan akhir yang sesuai dengan prinsip ekonomi sirkular," kata Ni Nyoman.
Sementara itu Founder Lyfewithless Cynthia Lestari mengatakan masyarakat harus mengubah mindset yakni memiliki tanggungjawab terhadap barang yang konsumsi bukan hanya pada saat ingin berbelanja dan sampai barang diterima