Hukuman Mati untuk Para Koruptor Dinilai Percuma Karena Hal Ini

Iwan Supriyatna Suara.Com
Senin, 01 November 2021 | 08:24 WIB
Hukuman Mati untuk Para Koruptor Dinilai Percuma Karena Hal Ini
Ilustrasi hukuman mati. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Para tersangka korupsi pada kasus Jiwasraya maupun Asabri akan dijerat hukuman mati oleh Kejaksaan Agung. Terkait wacana hukuman mati koruptor Jiwasraya-Asabri, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pun ikut mengkritisinya.

Menanggapi hal itu, Staf Divisi Advokasi KontraS Tioria Pretty mengatakan bahwa hukuman mati bukanlah cara efektif untuk membuat jera para koruptor, sebab tak ada bukti empirik terkait hal itu.

Sehingga menurutnya hukuman mati bukan menunjukkan ketegasan dalam penegakan hukum di Indonesia.

"Dari awal soal hukuman mati baik itu terhadap korupsi atau tindak pidana lainnya, sejauh ini tidak ada bukti empirik yang dapat membuktikan pemberlakuan pidana mati efektif dalam memberikan efek jera dan menurunkan tingkat kejahatan," ujar Pretty ditulis Senin (1/11/2021).

Kondisi itu didukung dengan masih adanya permasalahan besar dalam menciptakan sistem peradilan yang adil (fair trial) di Indonesia. Pretty mengatakan bahwa pihaknya kerap menemukan berbagai perlakuan tidak adil seringkali diterima oleh terpidana mati.

"Seperti kualitas pendamping hukum yang buruk, kurangnya akses penerjemah yang berkualitas, pengakuan-pengakuan yang terlontar karena adanya paksaan yang kemudian dijadikan bukti dalam proses persidangan, dan akses terbatas menuju banding, peninjauan kembali dan prosedur grasi. Jadi sekali lagi hukuman mati bukanlah alat untuk menunjukkan ketegasan penegakan hukum," katanya.

Sementara itu, Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang Universitas Pakuan Bogor, Yenti Garnasih mengatakan bahwa terkait dengan pidana mati, menurutnya bukanlah kewenangan jaksa agung. Kejaksaan hanya bisa melakukan penuntutan, namun yang memutuskan adalah majelis hakim.

"Kalau pidana mati itu urusannya di hakimnya. Jaksa hanya menuntut kan, tapi apakah nanti bisa dilaksanakan atau tidak, atau dijatuhkan atau tidak itu tergantung hakim," kata Yenti kepada wartawan.

Menurutnya, pidana mati memiliki sejumlah resiko yang harus diperhitungkan secara matang.

Baca Juga: MA Cabut PP Soal Pengetatan Remisi Koruptor, ICW: Sejalan dengan Niat Buruk Pemerintah

"Kita harus berhitung kalau seandainya uang para koruptor itu di luar negeri, nah itu ada perhitungannya tuh. Artinya kemungkinan kita agak susah meminta bantuan kepada negara lain, tolong rampaskan uang-uang koruptor ini, kecuali negara itu juga menerapkan pidana mati," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI