Suara.com - Negosiasi yang terjadi dalam KTT Iklim COP 26 di Glaslow, Skotlandia, dinilai cukup baik. Terdapat kemajuan besar dalam proses negosiasi, terutama dalam hal telah disepakatinya prosedur dan teks/narasi untuk membahas isu-isu krusial.
"COP-26 ini penting, karena inilah waktunya dimana negara-negara dapat menyelesaikan perundingan untuk bisa mendapatkan Paris Rules Book, meskipun sempat tertunda karena pandemi Covid 19,” ujar Direktur Jenderal PPI KLHK, selaku
Ketua Delegasi Indonesia pada COP 26 Laksmi Dhewanthi, Sabtu (6/11/2021).
Sinyal positif ini diharapkan menjadi sebuah tanda akan dicapainya kesepakatan-kesepakatan penting, yang segera dapat melengkapi pedoman turunan dan aturan implementasi dari Paris Agreement (Paris Rules Book) yang semestinya mulai berlaku pada 1 Januari 2021.
Laksmi pun menjelaskan tentang perkembangan perundingan. Dalam tempo 2-3 hari pertama, isu prosedural sudah selesai dibahas dan sudah ada teks dasar untuk dinegosiasikan, ini menjadi positif karena seluruh negara yang terlibat dalam perundingan segera dapat bernegosiasi dengan bahan yang sama.
"Karena terkadang dalam forum seperti ini, dalam seminggu isu prosedural belum selesai, sehingga belum ada kejelasan bagaimana pendekatan dan basis teksnya. Ini suatu kemajuan dalam konteks negosiasi dalam 2-3 hari pertama,” imbuh Laksmi.
Selesainya pembahasan agenda-agenda prosedural, serta terdapatnya teks/narasi dasar yang telah disepakati untuk dirundingkan bersama-sama atas isu-isu krusial, akan membuat negosiasi-negosiasi selanjutnya berjalan lebih efektif dan efisien.
Laksmi juga menjelaskan jika para negosiator Indonesia sudah menyampaikan yang menjadi harapan, ekspektasi dan posisi Indonesia dalam KTT Iklim COP-26 ini. Sejumlah isu-isu krusial berusaha untuk diselesaikan dalam pelaksanaan COP-26 ini, isu krusial pertama terkait operasionalisasi dari artikel 6 Perjanjian Paris atau Paris Agreement, yang menyangkut instrument pasar dan nonpasar (market-nonmarket) atau carbon pricing pemenuhan Nationally Determined Contributions (NDC) untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga tahun 2030.
Berikutnya isu krusial terkait kerangka waktu pelaporan NDC atau Common Time Frame for NDC. Negara-negara harus sepakat kapan waktu yang pas untuk bisa melaporkan capaian NDC-nya. Ada periode waktu yang perlu disepakati antar negara, yaitu 5 atau 10 tahun sekali.
Kemudian ketiga, isu krusial mengenai metodologi bagaimana format pelaporan terkait implementasi aksi mitigasi, aksi adaptasi, dan dukungan finansial, peningkatan kapasitas, dan teknologi (Common Reporting Format, Common Reporting Tables).
Baca Juga: Waspada La Nina, KLHK Tetap Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan
Hal ini agar apa yang menjadi komitmen negara-negara di dunia untuk penurunan emisi GRK dalam Nationally Determined Contributions (NDC) mereka, bisa ditelusuri dan dilaporkan dengan metodologi yang standar sesuai kesepakatan bersama agar mudah disintesakan.