Keduanya secara konsisten berkeras bahwa mereka tidak bersalah dalam pembunuhan pemimpin kulit hitam yang berpengaruh itu.
"Meskipun saya tidak butuh pengadilan, jaksa, atau selembar kertas untuk menyatakan bahwa saya tidak bersalah, saya senang bahwa keluarga, teman-teman, dan pengacara yang telah bekerja dan mendukung saya selama ini akhirnya melihat kebenaran yang sudah kita ketahui ini secara resmi diakui," ujar Aziz.
Apa yang terjadi kepada Malcolm X?
Malcolm X lahir dengan nama Malcolm Little tahun 1925. Ia memutuskan untuk mengganti nama belakangnya dengan X karena menganggap nama "Little" adalah pemberian tuan kulit putih kepada budaknya.
Sekitar setahun sebelum kematiannya, Malcolm X secara terbuka menyatakan berpisah jalan dengan organisasi politik dan keagamaan Nation of Islam karena merasa kecewa dengan organisasi itu.
Setelah perjalanan ke Mekah, pejuang hak-hak sipil kulit hitam ini mulai berbicara tentang potensi persatuan ras di AS.
Ide ini membuat marah beberapa orang di Nation of Islam yang menganggapnya sebagai pengkhianat.
Pada bulan-bulan berikutnya, Nation of Islam meningkatkan ancaman terhadap Malcolm X.
Beberapa minggu sebelum dibunuh, Malcolm X sempat menyatakan kepada beberapa orang bahwa dia yakin kepemimpinan di Nation of Islam ingin membunuhnya.
Baca Juga: Eks Ajax Didakwa Percobaan Pembunuhan, Terancam 3,5 Tahun Penjara
Pada 21 Februari 1965, Malcolm X tengah bersiap untuk memberikan pidato saat kemudian dia ditembak mati oleh sekelompok pria bersenjata.
Saat itu usianya 39 tahun. Oleh beberapa saksi, mereka diidentifikasi sebagai Aziz, Islam, dan Mujahid Abdul Halim, meskipun Aziz dan Islam memberikan alibi.
Halim mengakui penembakan itu, tetapi ia bersikeras bahwa tertuduh lainnya tidak bersalah.
Dia tidak pernah akan memberi tahu polisi nama-nama kaki tangannya yang sebenarnya.
"Ini adalah contoh klasik penegakan hukum yang terlibat dalam bias konfirmasi," kata Gene Rossi, seorang pengacara di Washington D.C. yang sebelumnya bekerja untuk Departemen Kehakiman AS.
Rossi mengatakan kepada DW bahwa "mereka punya tiga subjek: Halim, Aziz, dan Islam, dan mereka fokus pada tiga orang ini seperti sinar laser dan mengabaikan adanya konspirator lain bernama William Bradley.