Suara.com - Ketua Indonesia Paling Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengevaluasi tindakan represif yang dilakukan Polda Jawa Tengah (Jateng) terhadap warga desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo.
"Pasalnya, penangkapan setidaknya terhadap 60-an warga termasuk anak-anak yang digelandang ke kantor polisi telah terjadi," kata Sugeng dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/2/2022).
Bagi IPW kejadian tersebut sangat memprihatinkan, mereka yang ditangkap karena menolak pengukuran tanah. Mereka mendapat intimidasi serta ancaman fisik bahkan pemukulan.
"Di samping, adanya sweeping handphone kepada masyarakat dan jaringan internet terputus," imbuh Sugeng.
Karenanya IPW menilai, peristiwa yang terjadi di Wadas identik dengan perilaku aparat pada masa Orde Baru.
"Yang mana, sejumlah personel dengan cukup banyak dikerahkan untuk menggusur rakyat yang tertindas," kata Sugeng.
Seharusnya, konsistensi penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia ini menjadi landasan pokok Polri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
"Tugas dan fungsi Polri ini harus dijaga oleh pimpinan tertinggi Polri, Jenderal Listyo Sigit yang mengusung Polri Presisi," ujar Sugeng.
Fatalnya, menurut Sugeng, Polda Jawa Tengah tidak memperhitungkan terjadinya kericuhan melalui kebijakan preventif dan pre-emtif.
"Akibatnya, begitu terjadi kerusuhan, yang ada adalah tindakan represif. Sehingga, Polri yang seharusnya melindungi masyarakat, berbalik menjadi melawan warga yang menolak pengukuran tanah," kata dia.
Untuk diketahui, proses pengukuran di tanah Wadas yang akan dijadikan lokasi penambangan batuan andesit material pembangunan proyek Bendungan Bener Purworejo, Selasa (8/2/2022) berlangsung panas.
Hal itu menyusul kedatangan sejumlah ratusan polisi untuk menjaga petugas proyek melakukan pengamanan. Namun warga Wadas yang berusaha mencegah petugas proyek untuk melakukan pengukuran justru banyak yang diamankan.
Hal itu memantik kecaman dari berbagai pihak termasuk YLBHI dan LBH Yogyakarta.
Berkaitan update dan informasi yang didapat dilapangan, juga berkaitan dengan pemberitaan berdasarkan klaim sepihak dari kepolisian dan gubernur. YLBHI dan LBH Yogyakarta ingin menyampaikan pandangan berdasarkan fakta-fakta sebagai berikut:
- 40 warga ditangkap secara sewenang-wenang dengan cara disweeping. Bahwa penangkapan terhadap sekitar 60 warga dilakukan oleh kepolisian pada saat warga sedang melakukan istighosah (doa bersama). Warga yang sedang melakukan istighosah tiba-tiba dikepung dan ditangkap. Tidak cukup sampai disitu, Kepolisan juga melakukan sweeping dan penangkapan di rumah-rumah warga.
- Klaim kepolisian yang menyatakan bahwa warga yang ditangkap dengan alasan membawa senjata tajam adalah penyesatan informasi. Berdasarkan pernyataan Kabid Humas Polda Jateng yang menyatakan alasan penangkapan warga karena membawa sajam dan parang adalah penyesatan informasi. Pada faktanya berdasarkan informasi dari warga, polisi mengambil alat-alat tajam seperti arit, serta mengambil pisau yang sedang digunakan oleh ibu-ibu untuk membuat besek (anyaman bambu).
- Klaim Gubernur Jateng, Ganjar yang menyatakan bahwa tidak ada kekerasan adalah pembohongan publik. Bahwa pernyataan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo di beberap media yang menyatakan tidak ada kekerasandan keberadaan kepolisian untuk melakukan pengamanan dan menjaga kondusifitas adalah pembohongan publik. Pada faktanya pengerahan ribuan anggota kepolisian masuk ke wadas merupakan bentuk intimidasi serta kekerasan secara psikis yang dapat berakibat lebih panjang daripada kekerasan scara fisik.
4. Pengacara Publik LBH Yogyakarta dihalang-halangi dan mendapatkan pengusiran pada saat melakukan pendampingan hukum di Polsek Bener.