Daniel Bastard, Kepala Organisasi Hak Asasi Reporters Without Borders (RSF) yang berbasis di Paris, yakin pemerintah negara mayoritas Muslim itu belum bertindak banyak untuk menyelesaikan kasus ini.
"Ada dua hipotesis yang tidak bertentangan: Di satu sisi, jelas ada kesalahan manajemen oleh kepolisian, kejaksaan, dan akhirnya, oleh pemerintah," katanya kepada DW.
"Di sisi lain, kecurigaan sangat tinggi mengenai motif di balik pembunuhan itu, dan hubungannya dengan pekerjaan investigasi kedua jurnalis itu, dimulai dengan [pekerjaan mereka] hingga pada korupsi tingkat tinggi," tambahnya.
Meningkatnya ketakutan di kalangan jurnalis
Kebebasan pers di Bangladesh berubah secara signifikan selama dekade terakhir setelah pembunuhan pasangan itu.
Pekerja media menjadi takut karena pembunuhan tersebut masih belum terpecahkan, meskipun muncul protes menuntut keadilan bagi pasangan itu.
Sejumlah jurnalis membatasi pekerjaan investigasi mereka dan memilih swasensor selama beberapa tahun terakhir.
"Pihak berwenang harus memberikan penjelasan mengapa penyelidikan pembunuhan Sagar Sarowar dan Meherun Runi memakan waktu begitu lama dan tetap tidak memberikan hasil bahkan setelah lebih dari satu dekade," kata Smriti Singh, Wakil Direktur Regional Amnesty International untuk Asia Selatan, kepada DW.
"Kegagalan yang berulang untuk mengidentifikasi mereka yang bertanggung jawab tidak hanya mengikis kepercayaan orang-orang terhadap penegakan hukum dan sistem peradilan, tetapi juga menunjukkan kurangnya akuntabilitas pihak berwenang," kata Singh.
Baca Juga: Pimpinan Komisi III DPR Desak Kapolri Ungkap Pembunuhan Jurnalis di Sumut
"Ketidakjelasan pengusutan kasus yang berkepanjangan, membuat rasa takut di kalangan jurnalis meningkat atas pekerjaan mereka, dan kurangnya perlindungan yang diberikan negara kepada jurnalis," tambah Singh.