"Jadi kami memutuskan untuk membatalkan rencana pembelian tanah."
Keluarga pemilik Sari Club di Bali meminta kompensasi A$9 juta (Rp90 miliar) ditambah A$4.9 juta (Rp41 miliar) sebelum tanah itu bisa dijual.
Namun, pendiri BPPA, Dallas mengatakan pemilik berhak atas kompensasi tersebut bila melihat kerugian yang ditanggungnya setiap tahun sejak peristiwa Bom Bali 2002.
Menurutnya, sebelum COVID, dalam setahun pengusaha bisa memperoleh keuntungan setidaknya A$100,000 (Rp1 M) bila menjual tanah tersebut.
"Yang membuat saya frustasi adalah bagaimana asosiasi tersebut menganggapnya tamak, padahal faktanya tidak," katanya.
"Tawaran ini masuk akal. Sukamto Tjia adalah pengusaha. Kita harus memahami itu.
"Orang-orang ini tidak pernah tinggal atau bekerja di Indonesia, tidak punya pemahaman seberapa besar signifikansinya dan apa yang mereka alami."
Dallas mengatakan taman tersebut rencananya akan dibangun di seberang lokasi papan kenangan bertuliskan nama korban Bom Bali tahun 2002 yang meninggal di Sari Club dan Paddy's Bar.
Anak pemilik properti tersebut, Ronald Sukamto, menepis tuduhan bahwa pihaknya rakus karena menetapkan harga jual tinggi.
Baca Juga: Cerita Hermawan Sulistyo di Malam Bom Bali Meledak, Saat Itu Polisi Belum Punya Pengalaman
"
"Mudah untuk membandingkan Indonesia dengan Australia, namun bagi mereka yang menganggap kami rakus ... coba datang ke Bali dan lihat lokasinya," katanya.
"
"Dari situ, mungkin Anda akan mengerti seberapa besar potensi bisnis di sana dan apakah harga yang kami ajukan lebih tinggi dari harga pasaran."
Ronald Sukamto memperkirakan keluarganya telah rugi hingga $2 juta (Rp28 miliar) dari penjualan tanah Sari Club ke pihak pengembang.
"Kalau Anda tanya saya apakah kami sedih belum menerima pendapatan dari tanah ini selama 19 tahun terakhir, kami bukan sedih karena uangnya," ujar Ronald.