Tindakan itu dapat menjadi kejahatan perang, jika mengakibatkan kehancuran yang tidak perlu, menyebabkan penderitaan dan korban jauh melebihi keuntungan militer dari serangan tersebut.
Prinsip pembedaan, proporsionalitas, dan kehati-hatian Untuk memutuskan apakah seorang individu atau militer telah melakukan kejahatan perang, hukum humaniter internasional menetapkan tiga prinsip: pembedaan, proporsionalitas, dan kehati-hatian.
Proporsionalitas melarang tentara menanggapi serangan dengan kekerasan yang berlebihan.
"Jika seorang tentara terbunuh, misalnya, Anda tidak bisa mengebom seluruh kota sebagai pembalasan," kata Kersten kepada DW.
Kewaspadaan mensyaratkan pihak-pihak yang berkonflik untuk menghindari atau meminimalkan kerugian yang dilakukan terhadap penduduk sipil.
Akhirnya, "prinsip pembedaan mengatakan bahwa Anda harus terus-menerus mencoba membedakan antara penduduk dan objek sipil dengan pelaku yang berperang," kata Kersten, seraya menambahkan bahwa ini bisa jadi sangat sulit.
"Misalnya, menyerang barak yang ada orangnya dan mereka mengatakan bahwa mereka tidak berpartisipasi dalam konflik, itu bisa menjadi kejahatan perang," katanya.
"Hal yang sama berlaku untuk tindakan mengebom pangkalan militer di mana ada generator yang memasok listrik ke rumah sakit."
Dalam banyak situasi, populasi sipil dan militer semakin sulit dibedakan. "Ada penyabot, ada pejuang yang berpakaian sipil," kata Mark Kersten.
Baca Juga: Tak Hentikan Invasi ke Ukraina, Eropa dan Amerika Serikat Bakal Hentikan Impor Minyak dari Rusia
"Pejuang sering menyamar dalam perang sepanjang waktu. Ini adalah taktik yang sangat umum."
Dalam pengusutan, para penyelidik ICC akan berusaha menemukan dan mengumpulkan bukti-bukti yang dapat menunjukkan bahwa individu tertentu bertanggung jawab atas kejahatan tersebut. (hp/yf)
