Ratna mengatakan bahwa semua berpendapat jika aturan harus ditegakkan sebagaimana ketentuan hukum yang berpihak pada kelompok rentan.
"Kita semua setuju jika aturan harus ditegakkan sebagaimana ketentuan hukum yang berpihak pada kelompok rentan atau subordinasi, khususnya perempuan, menjadi sangat diperlukan sehubungan dengan banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi," papar dia.
"Selama ini kita terus berjuang untuk tidak melanjutkan budaya kekerasan di semua lingkup masyarakat hingga lingkup terkecil yaitu keluarga," sambungnya.
Karena itu, KemenPPPA kata Ratna berharap RUU TPKS ini dapat segera disahkan dan dapat menjadi payung hukum, yang tidak hanya akan membuat jera pelaku kekerasan namun membuat masyarakat memahami dampak kekerasan seksual yang ditimbulkan.
Sehingga, masyarakat kata dia, tidak memiliki tendensi untuk melakukan kekerasan seksual terhadap siapapun, serta memiliki pengetahuan tentang perilaku apa saja yang bisa disebut dengan kekerasan seksual.
KemenPPPA juga berharap apabila ada masyarakat yang mendapatkan kekerasan, dapat melaporkan hal tersebut, sesuai kampanye yang selama ini telah dilakukan KemenPPPA, yaitu dare to speak up.
"Keberanian korban melaporkan permasalahan kekerasan seksual tentunya harus diapresiasi bukan malah dipojokkan, tidak jarang korban kekerasan seksual kemudian kembali menjadi 'korban' (victim blaming) karena korban yang kemudian menjadi dikucilkan atau dianggap menjadi penyebab dari terjadinya kekerasan seksual yang menimpa dirinya.
Ia juga meminta masyarakat untuk melaporkan kekerasan seksual yang diketahui, kepada lembaga yang berwenang.
"Masyarakat dapat melaporkan kekerasan seksual yang diketahui ataupun dialaminya kepada lembaga yang berwenang di daerah seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA), maupun Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) setempat atau dapat juga menghubungi layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 melalui Call Center 129 dan Whatsapp 08111-129-129," katanya.