Pada 2019, Vladimir Putin menjadi tuan rumah KTT Rusia-Afrika yang dihadiri oleh 43 pemimpin Afrika. Hanya satu tahun kemudian, Rusia menjadi pemasok senjata terbesar di Afrika.
Mempersenjatai Republik Afrika Tengah Upaya Rusia terlihat jelas misalnya di Republik Afrika Tengah. Tahun 2017, Rusia mengirimkan senjata, termasuk Kalashnikov dan rudal ke negara yang sedang dilanda perang.
Pada 2018, penasihat militer Rusia dikirim dengan tujuan resmi untuk melatih angkatan bersenjata lokal. Banyak perusahaan Rusia lalu menerima lisensi untuk menambang emas dan berlian di negara itu.
Presidennya, Faustin-Archange Touadera, sekarang juga dikawal oleh satuan Rusia. Mantan pegawai dinas intelijen domestik Rusia FSB, Valery Sakharov, sekarang menjadi penasihat keamanan utama presiden.
Tidak mengherankan jika hari Sabtu lalu (05/03) di ibu kota Bangui muncul aksi demonstrasi mendukung serangan Rusia ke Ukraina, dengan plakat dan slogan-slogan seperti "Rusia, CAR bersama Anda" dan "Rusia selamatkan Donbas".
Penulis dan intelektual Guinea Tierno Monenembo percaya bahwa banyak negara Afrika tidak akan pernah melepaskan diri dari cengkeraman Rusia, terutama karena ketergantungan mereka yang meningkat pada kekuatan militer Moskow.
Dengan latar belakang ini, katanya, keputusan 25 negara Afrika untuk tidak mengutuk invasi Rusia ke Ukraina dapat dimengerti.
"Dalam situasi seperti itu, sulit bagi negara-negara Afrika untuk mengambil sikap," katanya. "Ketika Anda kecil, ketika Anda lemah, jika Anda tidak bersenjata dan kurang berkembang, Anda ingin terlibat dalam konflik antara negara adidaya militer. Itu urusan para pemain besar." (hp/yf)

Baca Juga: Invasi Rusia Mengganggu Akses Layanan Obat untuk Pengguna Narkoba di Ukraina