Strategi 'asimetris' untuk melawan Cina Selama sidang Senat AS pada Kamis (10/03) lalu, Mara Karlin, Asisten Menteri Pertahanan untuk Strategi, Rencana, dan Kemampuan AS, mengatakan situasi di Ukraina memberikan contoh bagi Taiwan dalam memahami seberapa penting membangun kemampuan asimetrisnya.
"Saya pikir situasi yang kita lihat di Ukraina saat ini adalah studi kasus yang sangat berharga bagi mereka terkait mengapa Taiwan perlu melakukan semua yang dapat dilakukan untuk membangun kemampuan asimetris, menjaga kemungkinan Cina akan melanggar kedaulatannya," katanya.
Dalam beberapa bulan terakhir, Presiden Taiwan Tsai telah memperjuangkan gagasan perang asimetris, dengan mengatakan hal itu dapat membuat pasukan Taiwan lebih mobile.
Su dari INDSR di Taipei mengatakan, Taiwan harus terus memperkuat kemampuan asimetrisnya dengan berinvestasi pada ranjau laut angkatan laut atau rudal anti-kapal berbasis pantai.
Berdasarkan data yang dia kumpulkan, 16 dari 18 senjata yang dijual AS ke Taiwan sejak 2017 digunakan untuk "kekuatan asimetris."
Ian Easton, Direktur Senior di Project 2049 Institute, sebuah lembaga riset di Washington, mengatakan keuntungan asimetris terbaik yang bisa dimiliki Taiwan adalah aliansi defensif dengan AS.
"Tanpa itu, Taiwan perlu mengerahkan kemampuan kekuatan cadangan yang kredibel untuk memastikannya tidak mengalami nasib yang sama dengan Ukraina,” katanya kepada DW.
Easton menambahkan bahwa setelah beberapa dekade pengurangan personel, militer Taiwan sekarang kekurangan tenaga kerja, membutuhkan pelatihan yang diperbarui, dan diintensifkan.
"Memang reformasi semacam itu secara politik tidak bijaksana, namun opini publik di Taiwan kemungkinan akan berubah setelah perang di Ukraina,” katanya kepada DW.
Baca Juga: Lewati Selat Taiwan, Kapal Induk China Dibuntuti Kapal Perang Amerika
Akankah Taiwan memulai kembali program wajib militer? Beberapa anggota parlemen oposisi di Taiwan baru-baru ini juga mulai mendesak pemerintah untuk mengembalikan program wajib militer selama satu tahun setelah Rusia menginvasi Ukraina.
"Invasi Rusia ke Ukraina telah memperkuat tekad kami untuk membela Taiwan, tetapi kami masih jauh dari siap," kata Chiu Hsien-chih, seorang legislator dari Partai Kekuatan Baru yang progresif dan pro-kemerdekaan Taiwan.
Taiwan memulai transisi ke sistem militer sukarela pada tahun 2018. Namun, semua warga negara laki-laki yang memenuhi syarat masih diwajibkan untuk mengikuti pelatihan militer selama empat bulan.
Menteri Pertahanan Taiwan Chiu Kuo-cheng mengatakan pada pekan lalu bahwa Taiwan belum sepenuhnya menghapus sistem wajib militer dan sukarelawan dengan kontrak empat tahun.
Ia menambahkan, kemampuan tempur militer sama seperti saat Taiwan masih memberlakukan satu tahun wajib militer.
"Saya pikir mempertahankan wajib militer setidaknya sembilan bulan hingga satu tahun adalah keseimbangan yang ideal untuk kekuatan militer Taiwan,” kata analis militer Taiwan, Su.