Pada 2013, pemerintah Ukraina yang saat itu pro-Rusia, menahan Osmayev atas tuduhan perencanaan pembunuhan terhadap Presiden Vladimir Putin.
Ketika dibebaskan pasca Revolusi Maidan setahun kemudian, dia berangkat ke Donbass untuk bertempur melawan kelompok separatis.
Sejarah berdarah Chechnya, yang kini bagian dari Rusia, punya sejarah panjang berdarah dengan Moskow.
Menyusul jatuhnya Uni Sovyet, Moskow melancarkan dua perang untuk menumpas pemberontakan, yakni pada 1994 dan 1999.
Putin menempatkan Akhmad Kadyrov, seorang bekas guru agama dan komandan perang, sebagai presiden Republik Chechnya.
Kekuasaannya yang brutal dan kejam membuat banyak warga Chechen yang melarikan diri.
Situasi itu tidak berubah ketika Akhmad dibunuh oleh pemberontak dan digantikan anaknya, Ramzan, pada 2004.
"Bisa disimpulkan bahwa sebagian besar diaspora Chechen melarikan diri setelah Kadyrov berkuasa, bukan selama perang,” kata Marat Illyasov, peneliti di Universita Vytautas Magnus, Lituania, kepada DW.
Bagi mereka, invasi Putin terhadap Ukraina membawa kembali trauma masa lalu.
Baca Juga: Wilayah Di Ukraina Ini Berpotensi Gelar Referendum Untuk Gabung Rusia
"Usaha Moskow mengakhiri kemerdekaan Ukraina selaras dengan hati dan pikiran banyak warga Chechnya yang mengingat perang kemerdekaan melawan mesin kolonialisme Rusia,” tutur Albert Bininachvili, Guru Besar Politik di Univeritas Bologna, Italia.