Suara.com - Mantan Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri), Komjen (Purn) Oegroseno, menyuarakan skeptisismenya terhadap hasil penyelidikan aparat Direktorat Reserse Kriminal Umum dalam kasus kematian diplomat, Arya Daru Pangayunan.
Polisi menyimpulkan Arya Daru mati karena bunuh diri dengan cara melilitkan lakban di wajahnya. Dengan naluri seorang detektif kawakan, Oegroseno menyoroti sejumlah kejanggalan fundamental yang menurutnya tidak bisa diabaikan begitu saja.
Ia meminta agar polisi tidak terburu-buru dalam mengambil kesimpulan dan memberikan waktu yang lebih leluasa untuk sebuah analisis yang komprehensif.
Salah satu keraguan terbesar Oegroseno berpusat pada kondisi jenazah saat pertama kali ditemukan. Gambaran yang beredar mengenai posisi korban yang tenang dan masih berselimut, menurutnya, bertentangan dengan logika proses kematian yang penuh penderitaan.
"Ya, saya masih melihat kondisi korban terakhir ya. Kondisi korban terakhir itu kan yang dilihat oleh petugas kos dan aparat pasti. Itu posisi Arya seperti apa? Kalau misalnya dikatakan masih pakai selimut, tenang dan sebagainya, saya hanya menyoroti sebagai seorang mantan detektif ya," ujar Oegroseno dikutip dari Youtube tvOneNews.
Ia lantas melontarkan pertanyaan tajam yang didasarkan pada pengalamannya. "Apakah seseorang yang bunuh diri misalnya dalam menghadapi sakaratul maut itu bisa tenang seperti itu? Itu yang tanda tanya saya pertama."
Pertanyaan ini mengisyaratkan bahwa kondisi jenazah yang tampak tenang bisa jadi tidak selaras dengan proses kematian akibat bunuh diri, yang secara medis seharusnya melewati fase kejang atau reaksi fisik hebat lainnya.
Lebih jauh, Oegroseno menekankan pentingnya menganalisis urutan kejadian secara cermat, terutama terkait penggunaan lakban pada tubuh korban.
Pertanyaan krusial yang harus dijawab penyidik adalah mengenai waktu penempelan lakban tersebut, karena hal ini akan mengubah drastis arah penyelidikan.
Baca Juga: Misteri Kematian Arya Daru: Bunuh Diri atau Ada yang Janggal? Ini Kata Polisi dan Keluarga
"Jadi ya kita kan analisa nih dia tuh mati kemudian baru dilakban atau dilakban dulu baru meninggal. Ini kan perlu analisa yang lebih dalam ya," tegasnya.
Meskipun mengapresiasi hasil kerja tim forensik, Oegroseno mengingatkan agar polisi tidak menyajikan informasi secara parsial kepada publik.
Menurutnya, penyampaian temuan-temuan seperti hasil digital forensik atau autopsi secara terpisah-pisah berisiko membuat masyarakat menarik kesimpulan sendiri yang belum tentu akurat.
"Kita terima kasih ada hasil-hasil digital forensik kemudian dari autopsi dan sebagainya. Terima kasih masukan. Tapi jangan, jangan sampai ini satu-satu disampaikan pada publik, terus publik menyimpulkan sendiri seperti itu," imbaunya.
Untuk menggambarkan kompleksitas kasus ini, Oegroseno memberikan sebuah analogi sederhana namun sangat kuat.
"Dengan ini analogi ya. Orang meninggal di kolam renang, apakah karena sakit dia jatuh di kolam renang? Apakah dibunuh dia dibuang di kolam renang? Ya kan? Atau mungkin karena tenggelam. Ini kan dianalisa lebih dalam," papar Oegroseno.