Suara.com - Indonesia duduki peringkat ketiga di Asia dalam hal penyebaran materi kekerasan terhadap anak (child abuse material) di dunia maya.
Ketua Umum Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Rahayu Saraswati mengatakan bahwa tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang sering muncul ke permukaan, seperti penipuan berbasis online scamming, judi online, atau eksploitasi di rumah bordil, hanyalah puncak dari masalah yang jauh lebih dalam dan mengerikan.
“Kasus TPPO ini seperti kekerasan terhadap perempuan dan anak, merupakan fenomena gunung es. Yang kita lihat di permukaan itu hanya sebagian kecil saja, seperti yang berkaitan dengan bordil, online scamming, judi online, dan penipuan,” ujar Saraswati saat melakukan audiensi dengan Kementerian Sosial di Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Di balik kasus-kasus yang terungkap, terdapat jutaan korban yang tak terlihat, khususnya anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual.
Kekerasan ini direkam dan disebarluaskan dalam bentuk foto maupun video melalui berbagai platform digital.
Data ini, menurut Saraswati, berasal dari lembaga pemantau internasional yang kredibel.
"Kami mendapatkan laporan dari sebuah organisasi yang mengumpulkan data dari media sosial secara internasional, Indonesia ini nomor tiga di Asia untuk child abuse material. Artinya kekerasan terhadap anak dalam bentuk foto maupun video yang di upload ke media sosial. Ini merupakan catatan yang sangat buruk dan itu jumlahnya jutaan per tahun," ungkapnya.
Peringkat ini menjadi rapor merah bagi keamanan ruang digital di Indonesia dan menunjukkan betapa rentannya anak-anak terhadap eksploitasi di era internet.
Langkah Penindakan dan Kolaborasi
Baca Juga: Korban TPPO Akan Didaftarkan Jadi Peserta BPJS PBI, Ini Kata Wamenkes
Menanggapi situasi darurat ini, Jaringan Nasional Anti-TPPO tidak tinggal diam.
Saraswati menyatakan pihaknya tengah menjalin kerja sama strategis dengan organisasi internasional tersebut untuk memvalidasi dan menyalurkan data akurat kepada unit kejahatan siber di Bareskrim Polri.
Langkah kolaboratif ini bertujuan untuk memperkuat penegakan hukum dan menargetkan pelaku secara lebih efektif, mulai dari penyebar materi pornografi anak hingga pelaku kekerasan di dunia nyata.
"Kita akan mengejar semua pelaku perdagangan orang termasuk para pedofil yang mengakses child pornography online maupun juga apalagi pelaku-pelaku yang melakukan kekerasan itu secara real," tegasnya.
Saraswati mengakui bahwa pemberantasan kejahatan ini merupakan tugas yang sangat berat, bukan hanya karena skalanya yang masif, tetapi juga karena kompleksitas jaringan pelaku yang beroperasi secara tersembunyi.
Oleh karena itu, pendekatan yang berpusat pada korban (victim-based approach) menjadi prioritas utama dalam setiap upaya yang dilakukan.